Karakteristik Pendidik dalam al-Qur’an
Secara etimologis
guru sering disebut pendidik. Kata guru merupakan padanan dari kata teacher
(bahasa inggris). Kata teacher bermakna sebagai “the person who
teach, especially in school” atau guru adalah seorang yang mengajar,
khususnya disekolah/ madrasah. Kata teacher berasal dari kata kerja to
teach atau teaching yang berarti mengajar. Jadi arti dari kata
teacher adalah guru, pengajar. Dalam bahasa arab ada beberapa kata yang
menunjukkan profesi ini seagai mudarris, mu’allim, murrabbi dan mu’addib
yang meski memiliki nama yang sama, namun masing-masing mempunyai karakter yang
berbeda. (Rochman dan Gunawan).
Pengertian Murabbi mengisyaratkan
bahwa guru adalah orang yang memiliki sifat rabbani artinya orang yang
bijaksana, bertanggung jawa, erkasih sayang terhadap siswa dan mempunyai
pengetahuan tentang Rabb. Dalam pengertian Mu’allim mengandung arti
bahwa guru adalah orang berilmu yang tidak hanya menguasai ilmu secara teoritik
tetapi mempunyai komitmen yang tinggi dalam mengembangkan ilmu yang
dimilikinya. Sedang dalam konsep ta’dib terkandung pngertian integrasi antara
ilmu dan amal sekaligus (Muhaimin dan Abdul Mujib). Guru dalam literature
kependidikan islam b biasa disebut sebagai ustadz, mu’allim, murabby,
mursyid, mudarris dan mu’addib. Kata mu’allim mengandung makna bahwa
seorang guru di tuntut untuk mampu menjelaskan hakikat ilmu pengetahuan yang
diajarkannya, serta menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya dan berusaha
membangkitkan siswa untuk mengamalkannya. Kata murabbi mengandung makna
bahwa seorang guru dituntut harus bisa mendidik dan menyiapkan peserta didik
agar mampuberkreasi, sekaligus mengatur dan memelihara hasil kreasinya, kata mursyid
mengandung makna bahwa guru harus berusaha menularkan penghayatan (transinternalisasi)
akhlak/ kepriadiannya kepada peserta didiknya. Baik yang berupa etos kerja,
belajar maupun dedikasinya yang mengharapkan ridha Allah SWT semata, kata mudarris
mengandung makna bahwa guru harus berusaha menerdaskan peserta didiknya,
menghilangkan ketidaktahuan atau membrantas kebodohan mereka serta melatih
keterampilan mereka sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan, kata mu’addib
mengandung makna bahwa guru adalah orang yang berada sekaligus memiliki peran
dan fungsi untuk memangun peradaban (civitization) yang berkualitas
dimasa depan.[1]
1. Ciri-ciri dan Karakteristik
Profesi
Jika
melihat konsep yang diberikan oleh Ornstein dan Levine yaitu profesi merupakan
suatu jabatan yang memenuhi berbagai kriteria atau ciri-ciri berikut ini,
yaitu:
a. Orientasi pelayanan pada masyarakat, karir
yang dilaksanakan
sepanjang hidup (tidak berganti-ganti
pekerjaan)
b. Memiliki kode etik untuk
menjelaskan hal-hal yang meragukan atau
menyangsikan yang berhubungan dengan layanan
yang diberikan
c. Pelatihan khusus dengan waktu panjang
d. Memiliki unsur keilmuan dan keterampilan yang
tidak dimiliki banyak orang (tidak semua orang bias melakukannya)
e. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari
teori ke praktik (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian)
f. Memiliki organisasi yang diatur oleh anggota
profesi sendiri
g. Memiliki kadar kepercayaan yang
tinggi dari public dan kepercayaan diri setiap anggotanya
h. Memiliki persyaratan masuk atau
terukur dan terkendali berdasarkan
lisensi yang telah baku
i. Bertanggung jawab terhadap keputusan yang
diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan berhubungan dengan layanan yang
diberikan
j. Memiliki otonomi membuat keputusan ruang
lingkup kerja tertentu
k. Komitmen terhadap jabatan dan
klien
l.
Menggunakan
administrator untuk memudahkan profesinya, relative
bebas
dari supervise dalam jabatan
m.
Memiliki asosiasi profesi dan kelompok ‘elit” untuk mengetahui
dan
mengakui
keberhasilan anggotanya.
n. Memiliki status social dan
ekonomi yang tinggi (disbanding jabatan lain)
Beberapa
kriteria yang dirumuskan oleh Ornstein dan Levine tersebut setidaknya dapat
disimpulkan menjadi lima unsur penting dalam profesi yaitu public service,
throughout life, knowledge and skill, research serta yang paling penting adalah
code of ethics (kode etik). Suatu profesi merupakan jabatan yang tidak selalu
dipandang sebagai jabatan structural saja, namun pada hakikanya ialah jabatan
social yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan dengan mengedepenkan asas
humanitas. Jabatan yang dilaksanakan untuk terciptanya kemanfaatan bagi
kehidupan social umat manusia bukan sebagai sarana yang justru dapat
menciptakan konflik dan kesenjangan social walaupun sering kali mengatasnamakan
asas profesionalitas.[2]Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, pendidik
artinya orang yang mendidik, membimbing, merawat, membentuk dan membina. [3]dalam
bahasa Arab, pendidik umumnya disebut dengan beberapa istilah, seperti Ustadz, muallim, murabbi, mudarris, mu’addib, mursyid dan mudarrib.[4]
Masing-masing
istilah ini memiliki tempat tersendiri dalam konteks peristilahan yang dipakai
dalam pelaksanaan dan teori pendidikan Islam. Jika merujuk pada al-Qur’an,
istilah pendidik yang digunakan diantaranya adalah al-murabbi (rabb)
dan muallim (‘allama-yu’allimu). Istilah lain yang langsung dapat
dijumpai dalam al-Qur’an berkenaan dengan adanya fungsi kependidikan dan
pengajaran (pendidik) adalah ahl az-zikr, sebagaimana yang disebut dalam
Qs. An-Nahl/ 16:43
!$tBur $uZù=yör& ÆÏB y7Î=ö6s% wÎ) Zw%y`Í ûÓÇrqR öNÍkös9Î) 4 (#þqè=t«ó¡sù @÷dr& Ìø.Ïe%!$# bÎ) óOçGYä. w tbqçHs>÷ès? ÇÍÌÈ
dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang
lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,
Menurut Tafsir Misbah Kata ahl adz-Dzikr pada ayat
ini dipahami oleh banyak ulama dalam arti para pemuka agama Yahudi dan Nasrani.
Mereka adalah orang-orang yang dapat memberi informasi tentang kemanusiaan para
rasul yang di utus Allah. Mereka wajar ditanyai karena mereka tidak dapat di
tuduh berpihak pada informasi Al-Qur’an sebab mereka juga termasuk yang tidak
mempercayainya. Kendati demikian, persoalan kemanusiaan para rasul, mereka
akui. Ada juga yang memahami istilah ini dalam arti sejarahwan, baik muslim
ataupun non-muslim. Kata in jika pada ayat di atas, yang biasanya
digunakan menyangkut sesuatu yang tidak pasti atau diragukan, mengisyaratkan
bahwa persoalan yang dipaparkan oleh Nabi saw. dan Al-Qur’an sudah demikian jelas
sehingga diragukan adanya ketidaktahuan dan, dengan demikian, penolakan yang
dilakukan kaum musyrikin itu bukan lahir dari ketidaktahuan, tetapi dari sikap
keras kepala. Walaupun penggalan ayat ini turun dalam konteks tertentu, yakni
objek pertanyaan, serta siapa yang ditanya tertentu pula, karena redaksinya
yang bersifat umum, ia dapat dipahami pula sebagai perintah bertanya apa saja
yang tidak diketahui atau diragukan kebenarannya kepada siapa pun yang tahu dan
tidak tertuduh objektivitasnya.
Di sisi lain,
perintah untuk bertanya kepada ahl al-Kitab yang dalam ayat ini mereka
digelari ahl adz-Dzikr menyangkut apa yang tidak diketahui, selama
mereka dinilai berpengetahuan dan objektif, menunjukkan betapa Islam sangat
terbuka dalam perolehan pengetahuan. Memang, seperti sabda Nabi saw.: “Hikmah
adalah sesuatu yang didambakan seorang mukmin, di mana pun dia menemukannya,
dia yang lebih wajar mengambilnya.” Demikian juga dengan ungkapan yang
popular dinilai sebagai sabda Nabi saw. yaitu: “Tuntutlah ilmu walaupun di
negeri Cina.” Itu semua merupakan landasan untuk menyatakan bahwa ilmu
dalam pandangan Islam bersifat universal, terbuka, serta manusiawi dalam arti
harus dimanfaatkan oleh dan untuk kemaslahatan seluruh manusia.
Menurut Tafsir
Al-Maraghi Tidaklah Kami mengutus para rasul sebelummu kepada umat-umat
untuk mengajak mereka agar mentauhidkan Aku dan melaksanakan perintah-Ku,
kecuali mereka itu adalah laki-laki dari Bani Adam yang Kami wahyukan kepada
mereka, bukan para malaikat.
Ad-Dahak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Allah
mengutus Muhammad saw. orang-orang Arab mengingkari pengutusannya itu dan
berkata, Allah Maha Agung dari menjadikan utusan-Nya seorang manusia.
Penulis memahami bahwa Ahli dzikir merupakan
pendidik yang bertugas menyampaikan informasi-informasi.
dan juga terdapat dalam Qs. Al-Anbiya (21): 7
!$tBur
$uZù=yör&
n=ö6s%
wÎ)
Zw%y`Í
ûÓÇrqR
öNÍkös9Î)
( (#þqè=t«ó¡sù
@÷dr&
Ìò2Ïe%!$#
bÎ)
óOçFZä.
w
cqßJn=÷ès?
ÇÐÈ
“Kami tiada mengutus Rasul Rasul sebelum kamu (Muhammad),
melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, Maka
Tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.”
Menurut
Tafsir Ibnu Katsir Allah Ta’ala berfirman menolak orang yang mengingkari
diutusnya Rasul dari kalangan manusia. Wa maa arsalnaa qablaka illaa
rijaalan nuuhii ilaiHim (“Kami tiada mengutus para Rasul sebelummu,
melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka,”)
yaitu seluruh Rasul yang terdahulu adalah laki-laki. Tidak ada seorang pun di
antara mereka berasal dari Malaikat, sebagaimana Dia berfirman menceritakan
umat-umat terdahulu, karena mereka mengingkarinya. Untuk itu, Allah Ta’ala
berfirman: fas-aluu aHladz-dzikri in kuntum laa ta’lamuun (“Maka
tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tidak
mengetahui.”) Yaitu, tanyakanlah oleh kalian kepada orang yang berilmu di
antara umat-umat tersebut, seperti Yahudi, Nasrani dan aliran-aliran lain. Apakah
para Rasul yang datang kepada mereka itu manusia atau para Malaikat? Mereka
hanyalah manusia. Hal itu merupakan kesempurnaan nikmat Allah kepada
makhluk-Nya dengan diutusnya para Rasul dari jenis mereka yang memungkinkan
untuk sampainya penyampaian dan penerimaan dari mereka. Penulis memahami bahwa orang yang ahli atau
orang mempunyai ilmu pengetahuan termasuk pendidik atau guru.
Terkait dengan istilah al-murabbi dan mu’allim,
jika dicermati pemaknaan dari masing-masing istilah, keduanya merujuk kepada
Allah swt. Istilah al-tarbiyah atau al-murabbi yang diidentikan
dengan ar-rabb, para ahli memberikan definisi yang beragam. Karim
al-Bastani dan kawan-kawan, mengartikan ar-rabb dengan tuan, pemilik,
memperbaiki, perawatan, tambah, mengumpulkan, dan memperindah.[5]
Singkatnya, penggunaan kata al-murabbi pada dasarnya menekankan pada
aspek pendidikan atau pemeliharaan serta aktivitas yang berorientasi pada usaha
menumbuhkembangkan. Adapun untuk
istilah al-mu’allim atau ta’lim menurut Mahmud yunus secara
etimologi berkonotasi pembelajaran yakni semacam proses transfer ilmu
pengetahuan. Dalam hal ini al-ta’lim cenderung dipahami sebagai proses
bimbingan yang dititikberatkan pada aspek peningkatan intelektualitas anak
didik.[6]
ini berarti al-muallim dapat dimaknai sebagai pihak yang melakukan
pengajaran atau transfer keilmuan.
Menurut M. Quraish shihab kata alima-
ya’lamu dan alama yu’allimu yang membentuk istilah al-muallim
berasal dari kata dasar al-‘ilm, yang berarti menjangkau sesuatu sesuai
dengan keadaannya yang sebenarnya. Bahasa Arab yang menggunakan semua kata yang
tersusun dari huruf-huruf ‘ain, lam, mim dalam berbagai bentuknya, untuk
menggambarkan sesuatu yang sedemikian jelas, sehingga tidak menimbulkan
keraguan. Allah swt dinamai ‘alim karena pengetahuanNya yang sangat
jelas terhadap segala sesuatu, sehingga terungkap baginya hal-hal sekecil
apapun.[7] Dari beberapa pendapat yang telah
diuraikan, dapat dikemukakan bahwa istilah al-murabbi (al-tarbiyah) dan
al-mu’allim (al-ta’lim) keduanya merujuk kepada Allah swt. Istilah al-murabbi
atau tarbiyah, yang ditangani sebagai kata bentukan dari kata rabb,
mengacu kepada Allah sebagai rabb al-‘alamin. Begitupun istilah al-ta’lim
yang berasal dari kata ‘alima-ya’lamu dan ‘allama-yu’allimu, juga
merujuk kepada Allah Swt yang maha ‘alim. Dengan demikian, sifat-sifat
Allah yang dapat dipahami oleh manusia, seperti pengasih, penyayang, pelindung
dan sebagainya, semestinya dapat menjadi bahan acuan bagi manusia untuk dapat
mengembangkan proses pendidikan menjadi lebih baik.
Dari segi bahasa kosakata al-tarbiyah (pengasuh dan membina), al-ta’lim (memberikan pelajaran), al-ta’dib (membentuk sikap dan perilaku
utama), al-tadris (pengajaran), al-mau’idzah(pemberian nasihat), al-irsyad (memberi petunjuk), al-tazkiyah (membersihkan diri), al-tazkirah (memberi peringatan), al-tabyin (Penjelasan), al-tahzib (pembentukan akhlak), alal-talqin (pengajaran secara mendalam
dan jelas), dan al-tilawah
(penyampaian informasi dan mengulangi bacaan) digunakan sebagai ahli
pendidikan. Dalam bahasa inggris,
pendidikan dekat dengan kata education
(pendidikan), instruction (perintah),
dan training (pelatihan). Dari
definisi kebahasaan ini pendidikan terkait dengan pemberian pengetahuan,
wawasan, pembinaan keterampilan, pembinaan sikap, pembinaan penghayatan,
pelatihan fisik dan fungsi panca indra, serta kemampuan berkomunikasi dan
bermasyarakat. Pendidikan terkait dengan aktivitas membina seluruh potensi yang
dimiliki manusia.
Selanjutnya dari segi kepentingan
individu, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan
tersembunyi. Individu itu laksana lautan dalam yang penuh mutiara dan
bermacam-macam ikan tetapi tidak tampak. Ia masih berada didasar laut. Ia perlu
dipancing dan digali supaya dapat menjadi makanan dan perhiasan bagi manusia.
Manusia mempunyai berbagai bakat dan kemampuan yang kalau pandai kita
menggunakannyabisaberubah menjadi emas dan perhiasan, bias menjadi kekayaan
yang berlimpah-limpah. Kemampuan intelektual saja beraneka ragam, kemampuan
bahasa, menghitung, mengingat, berpikir,daya cipta dan lain-lain. Bahkan
menurut Guilford (1956), bahwa kemampuan intelektual ini terdiri dari 120
macam. Sudah tentu sampai sekarang kemampuan-kemampuan itu belumm dapat
digunakan semuanya, tetapi hasilnya, manusia sudah sampai ke bulan dan
menciptakan teknologi yang canggih. Maksudnya, walaupun dengan kemampuan akal
yang belum digunakan seluruhnya, manusia sudah dapat menjelajah angkasa raya.
Jadi pendidikan menurut pandangan individu adalah menggarap kekayaan yang
terdapat pada setiap individu agar dapat dinikmati oleh individu dan
selanjutnya oleh masyarakat. Sebab kemakmuran suatu masyarakat bergantung pada
kesanggupan masyarakat tersebut dalam menggarap sumber kekayaan yang terpendam
pada setiap individunya. Dengan kata lain, kemakmuran masyarakat tergantung
pada keberhasilan pendidikannya dalam menggarap dan mengembangkan kekayaan yang
terpendam pada setiap individu.[8]
Problem pertama guru yang terlihat jelas sekarang ini adalah kurangnya minat
guru untuk meneliti. Banyak guru yang malas untuk meneliti di kelasnya sendiri
dan terjebak dalam rutinitas kerja sehingga potensi ilmiahnya tak muncul
kepermukaan. Banyak guru menganggap kalau meneliti itu sulit. Sehingga karya
tulis mereka dalam bidang penelitian tidak terlihat sama sekali. Padahal setiap
tahun, depdiknas selalu rutin melaksanakan lomba keberhsilan guru dalam
pembelajaran (LKGDP). Tingkat nasional yang diselenggarakan oleh direktorat
profesi guru. Biasanya para guru akan sibuk meneliti bila mereka mau naik
pangkat saja karenanya guru harus diberikan bekal agar mereka dapat melakukan
sendiri penelitian tindakan kelas (PTK). PTK adalah sebuah penelitian yang
dilakukan oleh guru dikelasnya sendiri dengan jalan merencanakan, melaksanakan,
dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipasif dengan tujuan
untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat
meningkat. Problem kedua guru adalah
masalah guru sekarang masih banyak yang belum sejahtera. Terlihat jelas dikotmi
antara guru berplat merah (Baca PNS) dan guru berplat hitam (Baca non PNS).
Banyak guru yang tak bertmabah pengetahuannya karna taksanggup membeli buku.
Boro-boro buat membeli buku, untuk biaya hidupnya saja mereka sudah kembang
kempis. Kenyataan dimasyarakat banyak pula guru yang taksanggupmenyekolahkan anaknya hingga
keperguruan tinggi, karna kecilnya penghasilan yang didapatnya setiap bulan.
Dengan adanya sertifikasi guru
dalam jabatan, semoga kesejahteraan guru ini dapat terwujud. Bagaimanapun juga profesi guru adalah pilar terpenting
untuk kemajuan bangsa. Oleh karena itu sudah sepantasnya apabila profesi ini
lebih diperhatikan, terlebih kesejahteraannya. Tetapi, jangan karena kesejahteraan
kurarng kemudian kreatifitas guru menjadi mati, banyak contoh lain dari
kehidupan guru yang meskipun kesejahteraannya kurang, tetapi komitmen terhadap
pendidikan tetap tinggi. Sebaliknya berapa banyak guru yang gajinya sudah
tinggi tapi tetap ogah-ogahan mengajar. Semua ini berpulang kembali
padamentalitas kita.[9]
Dalam sejarah perkembangan ilmu pendidikan, kajian awal tentang konsep
pendidikan di dunia ini berasal dari pemahaman tentang persoalan belajar pada
anak dan pengalaman mengajar terhadap anak-anak. Dengan pemahaman tersebut,
aktivitas pembelajaran secara dominan didasarkan pada pandangan, bahwa
pendidikan merupakan suatu proses transmisi pengetahuan. Konsep inilah kemudian
dikenal dengan istilah pedagogi, yang diartikan sebagai the art science of teaching children (ilmu dan seni mengajar
anak-anak).[10]
Ajaran islam sebagaimana terkandung di dalam Al-Qur’an dan al-Hadis memiliki
ciri-ciri antara lain ada yang bersifat inti dan universal serta berlangsung
secara abadi, tanpa ada perubahan, dan nada yang bersifat interpretasi yang
mengakomodasi muatan lokal yang dapat di perbaharui sesuai dengan perkembangan
zaman. Ajaran Al-Qur’an yang bersifat universal misalnya dapat dilihat dari
karakteristik ajaran Islam, antara lain: komprehensif,
kritis, humanis, militansi moderat, dinamis, toleran, cosmopolitan, responsive,
progresif, inovatif dan rasional.
Karakteristik
ajaran Islam komprehensif, maksudnya adalah bahwa ajaran Islam meliputi aspek
lahir dan batin, fisik dan nonfisik, dengan berbagai perinciannya, seperti
sebuah bangunan yang memiliki tiang, dinding, lantai, atap, pintu, jendela,
kamar-kamar, ruang tamu, beranda, halaman, ruang makan, perpustakaan, ruang
keluarga, ruang olahraga dan lain sebagainya. Sifat komprehensi ajaran Islam ini
antara lain dapat dipahami dari firman Allah SWT dalam Surat Al-Maaidah/5: 3
sebagai berikut:
ôMtBÌhãm ãNä3øn=tæ èptGøyJø9$# ãP¤$!$#ur ãNøtm:ur ÍÌYÏø:$# !$tBur ¨@Ïdé& ÎötóÏ9 «!$# ¾ÏmÎ/ èps)ÏZy÷ZßJø9$#ur äosqè%öqyJø9$#ur èptÏjutIßJø9$#ur èpysÏܨZ9$#ur !$tBur @x.r& ßìç7¡¡9$# wÎ) $tB ÷Läêø©.s $tBur yxÎ/è n?tã É=ÝÁZ9$# br&ur (#qßJÅ¡ø)tFó¡s? ÉO»s9øF{$$Î/ 4 öNä3Ï9ºs î,ó¡Ïù 3 tPöquø9$# }§Í³t tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. `ÏB öNä3ÏZÏ xsù öNèdöqt±ørB Èböqt±÷z$#ur 4 tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYÏ àMôJoÿøCr&ur öNä3øn=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMÅÊuur ãNä3s9 zN»n=óM}$# $YYÏ 4 Ç`yJsù §äÜôÊ$# Îû >p|ÁuKøxC uöxî 7#ÏR$yftGãB 5OøO\b} ¨bÎ*sù ©!$# Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇÌÈ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,
(daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang
terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang
sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk
berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi
nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir
telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut
kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk
kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai
Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa
sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Artinya
terimalah oleh kalian dengan rela Islam sebagai agama kalian, karena
sesungguhnya Islam adalah agama yang disukai dan diridai Allah, dan Dia telah
mengutus Rasul yang paling utama dan terhormat sebagai pembawanya, dan
menurunkan Kitab-Nya yang paling mulia dengan melaluinya. Ali Ibnu Abu Talhah meriwayatkan
dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kalian agama kalian. (Al-Maidah: 3) Yakni agama Islam.
Allah Swt memberitahukan kepada NabiNya dan orang-orang mukmin bahwa Dia telah
menyempurnakan Islam untuk mereka, karena itu Islam tidak memerlukan tambahan
lagi selamanya. Allah telah mencukupkannya dan tidak akan menguranginya untuk
selamanya. Dia telah ridha kepadanya, maka Dia tidak akan membencinya
selama-lamanya. barang siapa yang terpaksa memakan sebagian dari hal-hal yang
diharamkan oleh Allah seperti yang telah disebutkan di atas karena keadaan
darurat yang memaksanya melakukan hal itu, maka dia boleh memakannya. Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepadanya, karena Allah Swt. mengetahui
kebutuhan hambaNya yang terpaksa dan keperluannya akan hal tersebut. Maka dari
itu Allah memaafkan dan mengampuninya. Penulis memahami bahwa Agama Islam
adalah agama yang sempurna berpedoman terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits termasuk
di dalamnya diatur pengertian pendidik, tugas-tugas pendidik dan
istilah-istilah pendidikan.
Selanjutnya, karakteristik ajaran Islam yang bersifat
kritis dapat dilihat dari segi kedudukan ajaran Islam yang memiliki ciri yang
lebih tinggi dibandingkan dengan ajaran-ajaran agama samawi yang diturunkan
sebelumnya. Dengan kedudukannya yang demikian itu, maka ajaran Islam dengan
sumber utamanya Al-Qur’an dan Al-Sunnah menjadi wasit, hakim atau korektor
terhadap berbagai kekeliruan yang pernah diperbuat sebagai penganut agama
samawi sebelum Islam. Karakteristik ajaran Islam yang kritis ini dapat dipahami
dari fiman Allah SWT Surat
Al-Baqarah/2: 209 berikut ini:
bÎ*sù OçFù=s9y .`ÏiB Ï÷èt/ $tB ãNà6ø?uä!%y` àM»oYÉit6ø9$# (#þqßJn=÷æ$$sù ¨br& ©!$# îÍtã íOÅ6ym ÇËÉÒÈ
Tetapi jika
kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti
kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Menurut
tafsir jalalain (Dan jika kamu tergelincir) atau menyimpang untuk masuk ke
dalam keseluruhannya (setelah datang kepadamu bukti-bukti nyata) bahwa ia
barang hak, (maka ketahuilah bahwa Allah Maha Tangguh) hingga tidak suatu pun
yang dapat menghalangi-Nya untuk menjatuhkan hukuman kepadamu, (lagi Maha
Bijaksana) di dalam segala perbuatan-Nya.
Menurut
tafsir Quraish Shihab Maka, jika kalian menyeleweng dari jalan ini, jalan yang
benar dan diperkuat dengan argumentasi- argumentasi tak terbantah, ketahuilah
bahwa kalian akan ditanya mengapa melakukan penyelewengan ini. Allah Maha perkasa
untuk memberi siksa orang yang berpaling dari jalan-Nya, dan Allah
Mahabijaksana dalam memberi siksaan sesuai dengan kadar kejahatan yang
dilakukan. Dapat dipahami bahwa seseorang yang menyimpang dijalanNya maka
mendapat siksa. Dianalogikan pendidik yang tidak memenuhi kode etik keprofesian
maka akan berdampak terhadap peserta didik dan pendidik akan mendapatkan
sangsi.
Kemudian
yang dimaksud dengan ajaran Islam yang bersifat humanis adalah dapat
dilihat dari upaya Islam yang melindungi hak-hak asasi manusia sebagaimana
dapat dilihat dari segi visi, misi dan tujuannya. Yaitu bahwa Islam memiliki
ciri-ciri tidak hanya menyejahterakan kehidupan dunia atau akhirat saja, melainkan
menyejahterakan dunia dan akhirat, jasmani dan rohani, individual dan sosial, lahir dan batin, lokal, nasional, regional,
dan internasional, melindungi hak-hak asasi manusia, yakni melindungi hidup (hifdz al-nafs), melindungi beragama (hifdz al-din), melindungi berpikir (hifdz al-‘aql), melindungi memelihara
dan melangsungkan keturunan (hifdz
al-nasl), dan melindungi penggunaan harta benda (hifdz al-maal). Hal ini dapat dipahami dari firman Allah SWT Surat Al-Qashash/28: 77 sebagai berikut:
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù 9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( wur [Ys? y7t7ÅÁtR ÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJ2 z`|¡ômr& ª!$# øs9Î) ( wur Æ÷ö7s? y$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ
Dan carilah
pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.[11]
Menurut tafsir Ibnu Katsir yaitu gunakanlah harta
yang berlimpah dan nikmat yang bergelimang sebagai karunia Allah kepadamu ini
untuk bekal ketaatan kepada Tuhanmu dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan
mengerjakan berbagai amal pendekatan diri kepada-Nya, yang dengannya kamu akan
memperoleh pahala di dunia dan akhirat.
yang dihalalkan oleh Allah berupa makanan,
minuman, pakaian, rumah dan perkawinan. Karena sesungguhnya engkau mempunyai
kewajiban terhadap Tuhanmu, dan engkau mempunyai kewajiban terhadap dirimu
sendiri, dan engkau mempunyai kewajiban terhadap keluargamu, dan engkau
mempunyai kewajiban terhadap orang-orang yang bertamu kepadamu, maka
tunaikanlah kewajiban itu kepada haknya masing-masing. berbuat baiklah kepada
sesama makhluk Allah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu
janganlah cita-cita yang sedang kamu jalani itu untuk membuat kerusakan
di muka bumi dan berbuat jahat terhadap makhluk Allah. Termasuk orang yang
mempunyai profesi sebagai pendidik dapat bertanggungjawab atas amanah yang
diberikan.
Proses belajar mengajar secara sederhana
dapat diartikan sebagai kegiatan interaksi dan saling memengaruhi antara
pendidik dan peserta didik, denga fungsi utama pendidik memberikan materi
pelajaran atau sesuatu yang memengaruhi peserta didik, sedangkan peserta didik
menerima pelajaran, pengaruh atau sesuatu yang diberikan oleh pendidik.
Pengertian proses belajar mengajar dalam arti sederhana dapat dipahami dari
beberapa ayat surat Luqman/31: 12 dan hadits dibawah ini.
ôs)s9ur $oY÷s?#uä z`»yJø)ä9 spyJõ3Ïtø:$# Èbr& öä3ô©$# ¬! 4 `tBur öà6ô±t $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî ÓÏJym ÇÊËÈ
Dan
Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah
kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya
ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka
Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari
Al-Asy'as, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Luqman adalah
seorang budak dari negeri Habsyah (Abesenia) dan seorang tukang kayu. Qatadah
telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Zubair yang mengatakan bahwa ia pernah
bertanya kepada Jabir ibnu Abdullah, "Sampai seberapakah pengetahuanmu
tentang Luqman?" Jabir ibnu Abdullah menjawab, bahwa Luqman adalah seorang
yang berperawakan pendek, berhidung lebar (tidak mancung) berasal dari Nubian. Yahya
ibnu Sa'id Al-Ansari telah meriwayatkan dari Sa'id ibnul Musayyab yang
mengatakan bahwa Luqman berasal dari daerah pedalaman Mesir (berkulit hitam)
dan berbibir tebal. Allah telah memberinya hikmah, tetapi tidak diberi kenabian.
Al-Auza'i mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Harmalah
yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki berkulit hitam datang kepada
Sa'id ibnul Musayyab meminta-minta kepadanya. Maka Sa'id ibnul Musayyab
menghiburnya, "Jangan kamu bersedih hati karena kamu berkulit hitam,
karena sesungguhnya ada tiga orang manusia yang terbaik berasal dari bangsa
kulit hitam, yaitu Bilal, Mahja' maula Umar ibnul Khattab, dan Luqmanul Hakim
yang berkulit hitam, berasal dari Nubian dan berbibir tebal." Ibnu Jarir
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan
kepada kami ayahku, dari Abul Asy-hab, dari Khalid Ar-Rab'i yang mengatakan
bahwa Luqman adalah seorang budak Habasyah, seorang tukang kayu. Majikannya
berkata kepadanya, "Sembelihkanlah kambing ini buat kami!" Maka
Luqman menyembelih kambing itu. Lalu si majikan berkata, "Keluarkanlah dua
anggota jeroannya yang paling baik." Maka Luqman mengeluarkan lidah dan
hati kambing itu, sesudah itu Luqman tinggal selama masa yang dikehendaki oleh
Allah. Kemudian majikannya kembali memerintahkannya, "Sembelihkanlah
kambing ini buat kami!" Maka Luqman menyembelihnya, dan si majikan berkata
kepadanya, "Keluarkanlah dua anggota jeroannya yang paling buruk,"
maka Luqman mengeluarkan lidah dan hati kambing itu. Si majikan bertanya
kepadanya, "Aku telah memerintahkan kepadamu untuk mengeluarkan dua
anggota jeroannya yang terbaik, dan kamu mengeluarkan keduanya. Lalu aku
perintahkan lagi kepadamu untuk mengeluarkan dua anggotanya yang paling buruk,
ternyata kamu masih tetap mengeluarkan yang itu juga, sama dengan yang
tadi." Maka Luqman menjawab, "Sesungguhnya tiada sesuatu anggota pun
yang lebih baik daripada keduanya jika keduanya baik, dan tiada pula yang lebih
buruk daripada keduanya bila keduanya buruk."
Dan dalam hadits yang artinya “ Ketika
kami sedang duduk di samping Rasulullah Saw, tiba-tiba datang kepada kami,
seorang laki-laki yang sangat putih bajunya, sangat hitam rambutnya. Ia tidak
diketahui bekas kedatangannya, dan tidak ada pula diantara kami yang
mengenalnya. Laki-laki itu kemudian duduk di hadapan Nabi Saw, sambil
menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut Nabi, meletakkan kedua telapak
tangannya pada paha Nabi, dan kemudian berkata: “Ceritakanlah kepadaku tentang
Islam!’ Rasulullah SAW berkata” Islam (maksudnya rukun Isam) adalah engkau
bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan selain Allah, bersaksi bahwa Nabi
Muhammad utusan Allah, engkau mendirikan shalat, membayarkan zakat, berpuasa di
bulan Ramadhan, serta menunaikan Ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu
menuju kepadanya, Laki-laki itu kemudian berkata;’Engkau benar.’ Apa yang
terjadi pada nabi itu, mengherankan kami. Orang itu bertanya, dan sekaligus
membenarkannya. Laki –laki itu berkata lagi;’ ceritakanlah kepada kami tentang
Iman (maksudnya rukun Iman).’Nabi berkata: bahwa iman (rukun Iman itu) adalah
engkau percaya kepada Allah, para malaikatNya. Kitab-kitabNya, para rasulNya,
hari akhir, serta percaya kepada keputusan (takdir) dari tuhan, yang baik atau
yang buruk. Laki-laki berkata: Engkau benar. Kemudian laki-laki itu berkata
lagi;’Ceritakanah kepadaku (tentang Ihsan).’ Nabi menjawab: Ihsan adalah
melaksanakan ibadah karean Allah seolah-olah engkau melihaNya dan jika engkau
tidak melihatNya maka sesungguhnya ia melihatmu. Laki-laki itu berkata lagi:
ceritakanlah kepadaku tentang al-sa’ah (kiamat) Nabi menjawab; ‘ Bahwa
permasalahan kiamat yang dtanyakan itu lebih diketahui oleh orang yang
bertanya’ kemudian laki-laki itu berkata lagi: Ceritakanlah kepadaku tentang
tanda-tandanya?’ Nabi menjawab, ‘ Bahwa tanda-tanda kiamat tersebut, apabila
seorang budak telah memerintah majikanya, sudah terlihat orang-orang yang
saling mendahului dan ingin merasa lebih hebat sebagai rasa kesombongan, yang
ditandai dengan saling meninggikan banguna.’ Kemudia nabi pergi sambil
kelelahan. Kemudian berkata:’hai umar apakah kamu tahu siapakah orang yang
bertanya itu?’Umar berkata:’Bahwa Allah dan RasulNya lebih mengetahuinya, Nabi
berkata:’bahwa sesungguhnya orang itu adalah Jibril a.s. ia datang mengajarkan
agama untukmu sekalian. (HR. Muslim dari Umar)[12]
Banyak
kisah-kisah dalam al-Qur’an yang berkaitan erat dengan pendidikan karena
merupakan sebuah interaksi yang mengandung unsur-unsur pendidikan di dalamnya.
Interaksi pendidikan dalam kisah luqman dalam al-Qur’an diformulasikan dari
muatan materi yang diajarkan oleh masing-masing pelaku pendidikan dalam
interaksinya dengan anak didiknya. Firman Allah dalam surat luqman/31: 13-15
øÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏèt ¢Óo_ç6»t w õ8Îô³è@ «!$$Î/ ( cÎ) x8÷Åe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOÏàtã ÇÊÌÈ $uZø¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷yÏ9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çmBé& $·Z÷dur 4n?tã 9`÷dur ¼çmè=»|ÁÏùur Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& öà6ô©$# Í< y7÷yÏ9ºuqÎ9ur ¥n<Î) çÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ bÎ)ur #yyg»y_ #n?tã br& Íô±è@ Î1 $tB }§øs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ ÖNù=Ïæ xsù $yJßg÷èÏÜè? ( $yJßgö6Ïm$|¹ur Îû $u÷R9$# $]ùrã÷ètB ( ôìÎ7¨?$#ur @Î6y ô`tB z>$tRr& ¥n<Î) 4 ¢OèO ¥n<Î) öNä3ãèÅ_ötB Nà6ã¥Îm;tRé'sù $yJÎ/ óOçFZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÎÈ
Dan (ingatlah) ketika Luqman
berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada
dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya
di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian
hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.
Menurut Quraish Shihab, asbabun nuzul
surat luqman ayat 13 ialah ketika Rasulullah menyampaikan ayat 82 surat
al-An’am yang mengisahkan penyesalan orang-orang musyrik akibat kemusyrikannya,
para sahabat merasa kesulitan untuk menghindari keimanan dari kezaliman.
Kemudian Rasulullah membacakan ayat yang baru turun ini yang mengisahkan cara
luqman mengantisipasi putranya agar tidak syirik. Wasiat luqman kepada anaknya.
Pertama, luqman berwasiat agar anaknya
menyembah Allah semata dan tidak menyekutukanNya dengan siapapun. Kemudian
luqman berkata memperingatkan si anak, Sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) benar-benar
kezaliman yang besar. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi bersabda,” Ajarkanlah
kepada anak-anak kalian pada permulaan bicaranya ucapan Lailaha illallah dan
ajarilah ia agar di akhir hayatnya mengucapkan lailahaillallah.” Pembahasan
tersebut menunjukan bahwa pendidikan tauhid haruslah dicamkan kepada anak-anak
di usia dini. Dari memperdengarkan kalimat-kalimat Allah, menunjukan kuasa
Allah yang ada di sekitarnya serta menanamkan keesaan Allah. Bahwa Allahlah
tuhan manusia dan tidak ada tuhan selain Allah Swt. Hal tersebut merupakan
bekal yang hakiki dari orang tua kepada anak, agar tujuan anak di dunia bukan
ter-mindset untuk mencari kesuksesan dunia
semata, namun juga berlandaskan iman dan ketauhidan bahwa segala sesuatu
haruslah disandarkan kepada Allah Swt.[13]
Para mufasir berpendapat bahwa surah luqman
ayat 14-15 diturunkan berkaitan dengan Sa’ad bin Abi Waqas ketika masuk Islam.
Adapun nama ibunya yakni Hammah binti Abi Sufyan bin Umayyah. Sedangkan
pokok-pokok ajaran yang terkandung dalam surah luqman terdiri dari : pertama, keimanan kepada Allah Swt, para
Nabi, dan hari kiamat. Terkait dengan keimanan kepada Allah, dijelaskan pula
kekuasaan Allah yang meliputi apa yang ada dilangit dan dibumi kedua, kisah luqman merupakan potret
orang tua dalam mendidik anaknya dengan ajaran keimanan. Dengan pendidikan
persuasive,luqman dianggap sebagai profil pendidik bijaksana, sehingga Allah
mengabadikannya dalam al-Qur’an dengan tujuan agar menjadi pelajaran (‘ibrah ) bagi para pembacanya (khususnya
para calon guru). Ketiga, karakteristik
manusia pembangkang. Allah menjelaskan tipe manusia pembangkang terhadap
perintahNya, sehingga akhirnya mereka tidak mau mendengarkan al-Qur’an.[14]
Pendidikan bukan sekedar membuat peserta didik dan warga belajar menjadi sopan,
taat, jujur, hormat, setia, berjiwa sosial dan sebagainya. Tidak juga bermaksud
hanya membuat tahu ilmu pengetahuan, teknologi dan seni serta mampu
mengembangkannya. Pendidikan merupakan bantuan kepada peserta didik dan warga
belajar dengan penuh kesadaran, baik dengan alat atau tidak, dalam kewajiban
mengembangkan dan menumbuhkan diri untuk meningkatkan kemampuan serta peran
dirinya sebagai individu dan anggota masyarakat.[15]Penulis
memahami dalam surat luqman ayat 13-15
bahwa orang tua di rumah adalah sebagai pendidik bagi anak-anaknya.
Dalam surat luqman/31: 16, luqman mengajarkan
akhlaq terpuji kepada Allah.
¢Óo_ç6»t !$pk¨XÎ) bÎ) à7s? tA$s)÷WÏB 7p¬6ym ô`ÏiB 5Ayöyz `ä3tFsù Îû >ot÷|¹ ÷rr& Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÷rr& Îû ÇÚöF{$# ÏNù't $pkÍ5 ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# ì#ÏÜs9 ×Î7yz ÇÊÏÈ
(Luqman berkata):
"Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi,
dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui.
Wahai
anakku, sesungguhnys kebaikan dan keburukan manusia, meskipun sekecil biji sawi
dan berada pada tempat yang paling tersembunyi sepeti di balik karang, di
langit atau di bumi. Allah pasti akan menampakan dan memperhitungkannya. Sesungguhnya
Allah maha halus tak ada sesuatupun yang tersembunyi dariNya; maha tahu yang
mengetahui hakikat segala hal. Sebagai orang tua yang mendidik anak, sejak dini
diberikan penjelasan bahwa setiap perbuatan yang dilakukan oleh umat manusa,
pasti diketahui oleh Allah meskipun dalam kondisi bersembunyi di gua, atau
tempat-tempat tersembunyi lainnya. Karena Allah Maha Halus (Zat ghaib). Sesudah
kehidupan dunia, manusia akan hidup selamanya di alam akhirat, pada hari
pembalasan tiap-tiap orang akan dibalas perbuatannya sesuai dengan amalan yang
ia kerjakan selama hidup di dunia. Amal kebaikan akan dibalas dengan pahala yang
berlipat ganda dan surga sebagai jaminan kebikan dan ridhanya. Sedangkah
kejahatan akan diberi ganjaran dengan siksa yang setimpal dengan dosanya dan
nerakalah yang pantas bagi orang yang ingkar.[16]
Jadi seorang bapak bertanggung terhadap
pendidikan anak-anak termasuk anak harus memperoleh pendidikan di rumah.
Luqman mengajarkan shalat pada umur 7 tahun
sesuai firman Allah dalam surat luqman/31: 17
¢Óo_ç6»t ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur Ç`tã Ìs3ZßJø9$# ÷É9ô¹$#ur 4n?tã !$tB y7t/$|¹r& ( ¨bÎ) y7Ï9ºs ô`ÏB ÇP÷tã ÍqãBW{$# ÇÊÐÈ
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang
mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
Amal Ibadah yang utama ialah
shalat, sebagai pernyataan mengabdi kepada Allah dan ikhlas hati menyembahnya.
Bahkan sebagai ungkapan terim kasih dan syukur kepada Allah atas nikmat yang
tidak terhitung banyaknya. Selain itu, faedah shalat ialah untuk membersihkan
jiwa dan menghubungkan hati kepada Allah serta mengingatNya. Dengan demikian
shalat itu akan mencegahmanusia berbuat dosa dan yang keji-keji.kemudian
menyuruh dengan makruf dan melarang dari yang mungkar. Serta berhati sabar dan
tabah atas segala cobaan yang menimpa. Abu Daud (no. 495) dan Ahmad (no. 6650)
telah meriwayatkan dari Amr bin Syu’aib, dari bapaknya dari kakeknya, dia
berkata, “ Rasulullah saw. Bersabda: “Perintahkan anak-anak kalian untuk
melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka saat usia
sepuluh tahu. Dan pisahkan tempat tidur mereka.”( Disahihkan Oleh al-Albany
dalam Irwa’u ghalil, no. 247).
Orang
tua memiliki kewajiban untuk mengajarkan shalat kepada anak. Dalam hadits yang
diriwayatkan Abu Daud anak dituntun shalat ketika anak berusia tujuh tahun,
dengan tetap mempelajari al-Qur’an sesuai kadar kesanggupan dan kemampuannya.
Proses pembelajaran ini harus di bawah bimbingan kedua orang tua atau
orang-orang yang shaleh. Shalat merupakan tiang agama dan sebagai penolak dari
keburukan dan juga kemungkaran. Shalat wajib ditegakan untuk seluruh umat Islam
yang akan dihisab dan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Oleh
sebab itu, agar seorang muslim tidak meremehkan shalat, maka anak dididik sejak
dini untuk melaksanakan dan menegakan shalat.[17]
!$tBur $uZù=yör& ÆÏB y7Î=ö6s% wÎ) Zw%y`Í ûÓÇrqR öNÍkös9Î) 4 (#þqè=t«ó¡sù @÷dr& Ìø.Ïe%!$# bÎ) óOçGYä. w tbqçHs>÷ès? ÇÍÌÈ ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ Ìç/9$#ur 3 !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍkös9Î) öNßg¯=yès9ur crã©3xÿtGt ÇÍÍÈ
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali
orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada
orang yang mempunyai pengetahua jika kamu tidak mengetahui,
keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al
Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka dan supaya mereka memikirkan,
Surat
An-Nahl adalah surat ke-16 dalam Al-Qur’an, surat ini terdiri dari 128 ayat,
dan termasuk surat Makkiyah, surat ini dinamakan An-Nahl yang berarti lebah karena
mengisahkan lebah. Lebah adalah makhluk Allah yang banyak memberi manfaat dan
kenikmatan kepada manusia. Ada persamaan antara madu yang dihasilkan oleh lebah
dengan Al-Quran Al-Karim. Madu berasal dari bermacam-macam sari bunga dan ia
menjadi obat bagi bermacam-macam penyakit manusia. Sedangka Al-Quran mengandung
intisari dari kitab-kitab yang telah diturunkan kepada nabi-nabi zaman dahulu,
ditambah dengan ajaran-ajaran yang diperlukan oleh semua bangsa sepanjang masa
untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Surat ini dinamakan pula
An-Ni’am, yang artinya nikmat-nikmat karena di dalamnya Allah menyebutkan berbagai
macam kenikmatan yang diperuntukkan hamba-hamba-Nya.
Isi
kandungan dalam surat ini meliputi keimanan hukum dan kisah. Dari aspek iman
ayat ini menjelaskan tentang kemahaesaan Allah, kekuasaan-Nya, kesempurnaan
ilmu-Nya, kepastian akan adanya hari akhir, pertanggungan jawab manusia kepada
Allah terhadap segala yang telah dikerjakannya. Dari aspek hukum, surat ini
berbicara tentang halal haramnya suatu makanan dan minuman, dibolehkannya
memakai perhiasan yang berasal dari dalam laut seperti merjan dan mutiara,
dibolehkannya memakan makanan yang diharamkan dalam keadaan terpaksa, kulit dan
bulu binatang dari hewan yang halal dimakan, kewajian memenuhiperjanjian dan
larangan mempermainkan sumpah larangan membuat hukum yang tidak ada dasarnya,
perintah memabaca isti’aadzah, larangan memalas siksa melebihi siksaan yang
diterima.
Kata
“ahl dzikr” pada ayat diatas menunjukkan pada ulama yang berasal dari
kalangan pemuka Yahudi dan Nasrani. Mereka adalah orang-orang yang dapat
memberi informasi tentang kemanusiaan para rasul yang di utus Allah. Mereka
wajar ditanyai karena mereka tidak dapat dituduh berpihak pada informasi
Al-Quran. Sebab, mereka termasuk yang tidak mempercayainya, kendatipun
persoalan kemanusiaan para rasul mereka akui.
Sebagian lain, kata “ahl dzikr” pada
ayat diatas dipahami seagai sejarawan, baik muslim atau non-muslim. Walaupun
penggalan ayat ini turun dalam konteks tertentu, yakni ojek pertanyaan, serta
siapa yang ditanya tertentu pula, namun karena redaksinya yang bersifat umum,
ia dapat dipahami sebagai perintah bertanya apa saja yang tidak diketahui atau
diragukan kebenarannya kepada siapapun yang tahu dan tidak tertuduh objektivitasnya.
Penyebutan
anugerah Allah kepada Nabi Muhammad Saw, secara khusus, dan bahwa yang
dianugerahkan-Nya itu adalah “adz-dzikr” Hal ini mengesankan adanya perbedaan
kedudukan beliau dengan para nabi dan para rasul sebelumnya. Dalam konteks ini,
Nabi Muhammad Saw. Bersabda: “Tidak seorang nabi pun keuali telah
dianugerahkan Allah apa (bukti-bukti indrawi) yang menjadikan manusia percaya
padanya. Sesungguhnya aku anugerahi wahyu (Al-Quran) yang bersifat immaterial
dan kekal sepanjang masa, maka aku berharap menjadi yang paling banyak
mengikutinya dihari kemudian.”
Ayat ini juga menugaskan Nabi Muhammad Saw,
untuk menjelaskan Al-Quran, bayan atau penjelasan Nabi Muhammad Saw, itu
bermacam-macam dan bertingkat-tingkat. Memang, As-sunah mempunyai fungsi
berhuungan dengan Al-Quran dan pembinaan hukum syariat. Ada dua fungsi
penjelasan Nabi Muhammad Saw, berkaitan dengan Al-Quran Bayan Ta’kid dan
Bayan Tafsir. Fungsi pertama sekedar menguatkan atau menggaris bawahi
kembali apa yang terdapat dalam Al-Quran. Fungsi kedua untuk memperjelas,
merinci bahkan membatasi pengertian lahir dari ayat-ayat Al-Qran. Menurut As
Suyuthi dalam tafsir al Jalalain “ahl dzikr” ditafsirkan seagai “ulama yang
memahami kitab Taurat dan Injil” ibnu katsir menjelaskan hal senada bahwa yang
dimaksud dengan “ahlu al dzikr” adalah ahli kita sebelum Muhammad Saw.
Dalam tafsir Departemen agama kata “ahludz dzikr” ditafsirkan dengan
orang yang mempunyai pengetahuan tersebut adalah Rasulullah Saw, dan ulama dari
berbagai kurun waktu. Dalam konteks pendidikan islam, seorang pendidik harus
memiliki kompetensi yang memadai di bidang ilmu Al-Quran yang menjadi sumber
ajaran islam. Hal ini bisa dipahami selaras dengan isyarat yang terdapat pada
ayat 44. Ayat 44 juga mengandung makna bahwa seorang pendidik berfungsi
menjelaskan hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Quran, yang didalamnya
dibedakan antara halal dan haram, sementara peserta didik harus mengamil
pelajaran darinya. Fungsi ini menjadi penting dimiliki oleh seorang pendidik
karena, pada dasarnya, manusia terlahir ke dunia dalam keadaan tidak memiliki
pengetahuan apapun. Seorang pendidik dituntut untuk mampu mengembangkan potensi
yang dianugerahkan Allah kepada peserta didik.
Berkaitan
dengan subyek pendidikan, seorang guru dalam perannya sebagai “ahli al-dzikr”
berfungsi sebagai orang yang mengingatkan para peserta didik dari peruatan yang
melanggar larangan Allah dan Rasul-Nya. Seorang pendidik juga harus mendalami
ajaran-ajaran yang berasal dari Tuhan yang terdapat dalam berbagai kitab yang
pernah diturunkan-Nya kepada Nabi dan Rasul-Nya, sejak dulu hingga sekarang. Sebagai
“ahli al-dzikr”, ia harus menari titik persamaan antara ajaran yang
terdapat di dalam beragai kitab tersebut untuk diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari.[18]Unsur-unsur pendidikan sebenarnya
dimulai semenjak manusia itu terlahir ke bumi ini. Seperti firman Allah Swt
dalam surat An-Nahl/16: 78 yang artinya:
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& w cqßJn=÷ès? $\«øx© @yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur öNä3ª=yès9 crãä3ô±s? ÇÐÑÈ
Dan Allah mengeluarkan kamu dari
perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur
Faktor internal maupun factor eksternal
sangat besar pengaruhnya terhadap perkemangan dan pertumbuhan, serta pementukan
karakter peserta didik dalam dinamika pembentukan potensi yang tersemunyi dalam
diri seseorang, maka kemudian pendidikan islam mengharuskan melihat berbagai
maam persoalan terkait dengan perkemangan zaman dewasa ini. Secara kodrati
manusia terlahir dalam keadaan yang tidak tahu menahu tentang semua yang ada di
muka bumi ini, akan tetapi dengan proses pertumuhan dan perkembangan peserta didik
anyak dikenalkan dengan berbagai macam hal, mulai dari pengalaman individu,
proses transformasi budaya, sampai pada persoalan teologi, apakah peserta didik
mau dijadikan majusi, nasrani, factor eksternal yang kemudian membentuknya.
Perlu disadari bahwa nilai-nilai apapun yang akan disampaikan oleh pendidikan
islam tidak lepas dari peran teologi yang merupakan inti agama. Oleh karena
itu, bila ada keinginan untuk merekonstruksi pendidikan islam dalam arti nilai
yang akan disampaikan dalam era pluralisme, maka idang teologi inilah yang
segera mendapatkan perhatian. Pemahaman teologi apapun, termasuk islam, masih
berkutat masalah truth claim (klaim, kebenaran) untuk dirinya sendiri, sehingga
nilai-nilai yang ditimbulkan oleh pihak lain diluar agamanya adalah salah. Maka
dalam konteks pendidikan khususnya pendidikan Islam reformasi epistemology
islam dalam dunia pendidikan sangat penting
dilakukan demi menghasilkan pendidikan yang bermutu dan yang
mencerdaskan terlebih dalam krisis kekinian yang menyangkut pengetahuan dan
pendidikan islam saat ini. Krisis yang terjadi dalam dunia pengetahuan dan
pendidikan islam saat ini menyebabkan tradisi keilmuan menjadi eku dan stagnan,
sehingga pendidikan islam dewasa ini masih belum mampu menunjukkan perannya
secara optimal.[19]
Pendidik dalam Pendidikan Islam merupakan
orang yang mempunyai konsep berpikir yang bersifat mendalam dan terperinci
tentang masalah kependidikan yang bersumber dari ajaran Islam. Berbagai
konsepsi dan hipotesa yang berasal dari pandangan agama Islam dari al-Qur’an
dan Sunnah Nabi yang diungkapkan oleh para sahabat atau ulama sebagai sumber
bahan penganalisaan bagi pembentukan karakter. Hakikat dari pendidikan Islam
adalah proses membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak
didik agar menjadi manusia dewasa sesuai dengan tujuan pendidikan Islam. Firman
Allah SWT dalam surat Ali Imran/3: 102:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qà)®?$# ©!$# ¨,ym ¾ÏmÏ?$s)è? wur ¨ûèòqèÿsC wÎ) NçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B ÇÊÉËÈ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu
mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”.
Dan untuk
membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak didik tersebut diperlukan
wasilah yang sering disebut dengan guru, pendidik, muallim, muaddib dan
lain-lain.[20]
Dwi Nugrhoho Hidayanto menginventarisasi pendidik meliputi orang dewasa,
orangtua, guru, pemimpin masyarakat dan pemimpin agama. Wens Tanlain, dkk.,
sebagaimana dikutip Ahmad D. Marimba, mengemukakan, bahwa secara umum dikatakan
setiap orang dewasa dalam masyarakat dapat menjadi pendidik, sebab pendidikan
merupakan suatu perbuatan sosial, perbuatan fundamental yang menyangkut
kebutuhan perkembangan pribadi anak didik sendiri memiliki beberapa
karakteristik yaitu mempunyai individualitas yang utuh, mempunyai sosialitas
yang utuh, mempunyai norma kesusilaan dan nilai-nilai kemanusiaan dan bertindak
sesuai dengan norma dan nilai-nilai itu atas tanggung jawab sendiri demi
kebahagiaan dirinya sendiri dan kebahagiaan masyarakat atau orang lain.[21]
Yang bias diharapkan dan diinginkan dari seorang pendidik muslim minimal adalah
penampilannya yang Islami, yang menunjukan sikap yang sesuai dengan syari’at
Islam. Oleh itu, hendaknya ucapan, perbuatan serta akhlaknya sesuai dengan ruh
Islam dan undang-undang. Antara lain:
1. Diantara identitas yang diketahui bahwa si
pendidik adalah seorang
muslim seperti: menutup aurat dengan memakai
busana muslimah untuk pendidik akhwat.
Para
ibu guru/dosen atau ustadzah tidak patut berdakwah, menyeru para anak didiknya
untuk taat kepada Allah, padahal dia sendiri dengan terang-terangan telah
berbuat maksiat kepada Allah dengan tidak memakai jilbab dan membuka auratnya.
Oleh karena itu untuk para pendidik muslimah hendaklah pertama kali taat kepada
Allah dengan memakai jilbab yang benar dan sesuai dengan aturan Islam.
Hendaklah para pendidik muslimah membuang jauh-jauh serta mengesampingkan
perhiasan-perhiasan diri yang tidak boleh tamapk, apalagi sampai berpakaian
ketat, tipis dan pendek sehingga auratnya dapat jelas terlihat. Dalam al-Qur’an
surat An-Nur/24: 31 dijelaskan
@è%ur ÏM»uZÏB÷sßJù=Ïj9 z`ôÒàÒøót ô`ÏB £`ÏdÌ»|Áö/r& z`ôàxÿøtsur £`ßgy_rãèù wur úïÏö7ã £`ßgtFt^Î wÎ) $tB tygsß $yg÷YÏB ( tûøóÎôØuø9ur £`ÏdÌßJè¿2 4n?tã £`ÍkÍ5qãã_ ( wur úïÏö7ã £`ßgtFt^Î wÎ) ÆÎgÏFs9qãèç7Ï9 ÷rr& ÆÎgͬ!$t/#uä ÷rr& Ïä!$t/#uä ÆÎgÏGs9qãèç/ ÷rr& ÆÎgͬ!$oYö/r& ÷rr& Ïä!$oYö/r& ÆÎgÏGs9qãèç/ ÷rr& £`ÎgÏRºuq÷zÎ) ÷rr& ûÓÍ_t/ ÆÎgÏRºuq÷zÎ) ÷rr& ûÓÍ_t/ £`ÎgÏ?ºuqyzr& ÷rr& £`Îgͬ!$|¡ÎS ÷rr& $tB ôMs3n=tB £`ßgãZ»yJ÷r& Írr& úüÏèÎ7»F9$# Îöxî Í<'ré& Ïpt/öM}$# z`ÏB ÉA%y`Ìh9$# Írr& È@øÿÏeÜ9$# úïÏ%©!$# óOs9 (#rãygôàt 4n?tã ÏNºuöqtã Ïä!$|¡ÏiY9$# ( wur tûøóÎôØo £`ÎgÎ=ã_ör'Î/ zNn=÷èãÏ9 $tB tûüÏÿøä `ÏB £`ÎgÏFt^Î 4 (#þqç/qè?ur n<Î) «!$# $·èÏHsd tmr& cqãZÏB÷sßJø9$# ÷/ä3ª=yès9 cqßsÎ=øÿè? ÇÌÊÈ
Katakanlah
kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung
kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka,
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka
memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung.
2.
Untuk para pendidik muslim (ikhwan) sebaiknya memelihara
jenggot
serta memotong dan merapihkan kumis, sesuai
dengan yang disunnahkan Nabi Saw dalam sabdanya:
Janganlah
Anda meremehkan perbuatan ma’ruf yang sekecil-kecilnya, walaupun itu hanya
berwajah ceria ketika bertemu dengan kawan (HR. Muslim).[22]
Seorang pendidik, baik laki-laki maupun perempuan, berkewajiban untuk
menasehati hal-hal yang bermanfaat bagi masa depan anak didiknya. Hal yang sama
juga menjadi kewajiban orangtua anak didik yang bersangkutan. Seorang pendidik
dapat saja menuliskan nasihatnya di papan tulis, agar anak didiknya bias
mencatatnya dalam bukunya. Setelah menuliskan nasihatnya, si pendidik juga bias
menjelaskannnya kembali pada anak didiknya. Dengan cara yang sama, anak didik
juga dapat menghafal apa yang disampaikan pendidiknya. Dalam sebuah hadits
shahih yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a yang menuturkan bahwa suatu saat
ia dibonceng oleh Rasulullah. Kala itu Rasulullah Saw berpesan pada Ibnu Abbas
sebagai berikut:”Anakku, aku akan
mengajarkan beberapa hal berikut: Jagalah Allah, maka Dia akan menjagamu;
Jagalah Allah, maka kamu akan mendapati Allah ada di hadapanmu; Jika kamu
meminta, maka memintalah kepada Allah. Begitu pula jika kamu meminta
pertolongan, maka mintalah pertolongan pada Allah; ketahuilah, anda seluruh umat
manusia bersepakat untuk membantumu, mereka tidak akan dapat membantumu kecuali
bila apa yang mereka bantu itu telah ditetapkan oleh Allah. Sebaliknya, andai
mereka bersepakat untuk tidak membantumu, maka mereka tetap tidak akan dapat
mencelakaimu kecuali atas kehendak Allah. Kala itulah pena pencatat amal tidak
dipergunakan lagi dan buku catatan amal juga telah mongering dari tinta pena.”(HR.
At-Tirmidzi).[23]
Proses pendidikan adalah rangkaian tindakan yang
sistematik, berurutan, dan terencana terdiri dari dua operasi utama yang
interdependen, pengajaran dan pembelajaran, yang membentuk siklus tanpa
terputus. Proses ini juga melibatkan dua pemain interdependen, pengajar dan
peserta didik. Secara bersama-sama mereka melakukan kegiatan belajar dan
mengajar yang hasilnya berupa perubahan perilaku yang dikehendaki oleh kedua
belah pihak yang mendorong pertumbuhan peserta didik dan mendorong, harus
diakui, pertumbuhan pengajar. Dengan demikian proses pendidikan harus selalu
menjadi pendekatan partisipatif pada pengajaran dan pembelajaran. Proses
pendidikan selalu dibandingkan dengan proses keperawatan dan memang demikian,
karena setiap langkah dari setiap proses berjalan bersamaan satu sama lain,
tetapi fokus yang berbeda. Proses pendidikan seperti proses keperawatan,
terdiri dari unsur-unsur dasar pengkajian, perencanaan, penerapan dan evaluasi.[24]
Dari sekian masalah yang menjadi fokus kajian Al-Qur’an adalah pendidikan.
Melalui bukunya yang berjudul Islamic
Education: Qur’anic Outlook, Salih Abdullah Salih sampaipada kesimpulan bahwa
Al-Qura’an adalah “Kitab Pendidikan”. kesimpulannya ini didasarkan padabeberapa
alasan sebagai berikut. Pertama, dilihat
darisegi surah yang pertama kali diturunkan adalah surah yang berkaitan dengan
pendidikan yaitu surah Al-Alaq (96) :1-5. Surah tersebut artinya “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
menciptakan,. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. Menurut H.
M.Quraish Shihab, bahwa kata iqra’
terambil dari kata qara’a yang
berarti menghimpun. Dari kegiatan iqra dalam arti menghimpun inilahir aneka
makna seperti menyampaikan, menelaah,
mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik tertulis
maupun tidak. Kedua dilihat dari
segiasalnya,bahwa Al-Quran berasal dari Allah yang dalam beberapa sifatnya DIA
memperkenalkan diri-Nya sebagai pendidik. Didalam surah Al-Fatihah ayat 2 dinyatakan:
ßôJysø9$# ¬! Å_Uu úüÏJn=»yèø9$# ÇËÈ
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Kata
Rabb yang terdapat pada ayat kedua
surat Al-fatihah sebagaimana dikemukakan para ahli adalah berasal dari kata
tarbiyah yang berarti pendidikan. Imam Al-Maraghi ketika menafsirkan ayat
tersebut menyatakan, bahwa Rabb
adalah Al-Sayyid, Al-Murabbi al-ladzi
yasusu man yurabbihi wa yudabbiru syu’unahu yang artinyasebagai pemelihara
dan pendidik yang membimbing orang yang di didiknya dan memikirkan keadaan
perkembangannya. Dilihat dari segi kandungannya, pendidik yang diberikan Allah
kepada umat manusia itu terbagi dua, pertama pendidikan yang bersifat fisik
keduniaan (khalqiyah) yang ditandai
dengan pertumbuhan fisik hingga menjadi dewasa, pendidikan jiwa dan akalnya.
Kedua pendidikan agama dan akhlak yang disampaikan kepada setiap individu yang
dapat mendorong manusia mencapai tingkat kesempurnaan akal dan kesucian
jiwanya. Ketiga, dilihat dari segi
pembawaanya yaitu Nabi Muhammad SAW, juga telah tampil sebagai pendidik,
Rasulullah SAW ang dalam hal ini bertindak sebagai penerima Al-Quran bertuga
untuk menyampaikan petunjuk-petunjuk Al-Quran, menyucikan dan mengajarkan
manusia (QS. Al-jumu’ah (62): 2). Menyucikan dapat diidentikan dengan mendidik.
Adapun mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak didik dengn pengetahuan
yang berkaitan dengan alam metafisika serta fisika. Keempat, dilihat dari segi namanya, terdapat sejumlah nama
Al-Quran. Nama tersebut adalah Al-Quran dan kitab. Al-Quran secara harfiah
berarti bacaan atau yang di baca. Adapun al-Kitab secara harfiah berarti
tulisan atau yang ditulis. Membaca dan menulis adalah dua macam keterampilan
yang sangat diperlukan bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Kelima, dilihat dari segi misi
utamanya, Al-Quran membawa misi utama
tentang pembinaan ahlak mulia, dalam hubungan ini Fazlur Rahman mengatakan ,
“Secara eksplisit kami telah menyatakan bahwa dasar ajaran Al-Quran ialah
moralyang emamncarkan titik beratnya pada momoteisme dan keadilan social.”
Hukum moral tidak dapat diubah. Ia merupakan perintah tuhan, manusia tidak
dapat membuat hokum moral, bahkan ia sendiriharus tunduk kepadanya, ketundukan
itu disebut Islam dan perwujudannya dalam kehidupan disebut ibadah atau
pengamdian kepada Allah SWT. Halini disebabkan karna tekanan utama Al-Quran
terletak pada hukum moral. Adapun norma dan akhlak yang mulia menjadi jiwa
pendidikan islam.[25]
Sebagai seorang yang dipersiapkan menjadi rasul, melalui perintah iqra Nabi Muhammad SAW diarahkan untuk
memiliki kematangan berpikir dan memiliki wawasan pengetahuan yang mendalam
guna meraih kesuksesan dalam menyampaikan misi kerasulan dan dakwah Islamiyah.
Terlebih lagi saat itu Nabi Saw genap usia 40 tahun yang secara ukuran
kronologis merupakan usia yang telah memiliki kesiapan dan kedewasaan dalam
mengajak dan membimbing umat manusia untuk meyakini dan mengamalkan ajaran Islam.
Perintah iqra yang mengandung makna
kemampuan untuk membaca, baik yang tersurat maupun tersirat dari seluruh
perihal di alam semesta ini, sangatlah tepat diberikan Allah pada saat Nabi SAW
berusia 40 tahun. Hal ini menunjukan, bahwa Allah telah memberikan perlakuan
pola pendidikan orang dewasa terhadap Nabi SAW. Setelah itu Allah membimbing
Nabi SAW untuk memiliki kesiapan mental dalam menyampaikan risalah dakwah
sekaligus menjadi pendidik di tengah-tengah kehidupan masyarakat mekah. Allah
membekali Nabi SAW dengan amal-amal kebajikan yang dapat membentengi rasa takut
dari ancaman masyarakat Quraisy sebagai konsekuensi dari berlangsungnya misi
dakwah dan pendidikan yang dilakukan. Bimbingan dan bekal diberikan Allah
kepada Nabi SAW itu tertera dalam Qs. Al-Muzzammil (73): 1-7
$pkr'¯»t ã@ÏiB¨ßJø9$# ÇÊÈ ÉOè% @ø©9$# wÎ) WxÎ=s% ÇËÈ ÿ¼çmxÿóÁÏoR Írr& óÈà)R$# çm÷ZÏB ¸xÎ=s% ÇÌÈ ÷rr& ÷Î Ïmøn=tã È@Ïo?uur tb#uäöà)ø9$# ¸xÏ?ös? ÇÍÈ $¯RÎ) Å+ù=ãZy øn=tã Zwöqs% ¸xÉ)rO ÇÎÈ ¨bÎ) spy¥Ï©$tR È@ø©9$# }Ïd x©r& $\«ôÛur ãPuqø%r&ur ¸xÏ% ÇÏÈ ¨bÎ) y7s9 Îû Í$pk¨]9$# $[sö7y WxÈqsÛ ÇÐÈ
Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk
sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya
atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. atau lebih dari seperdua itu. Dan
bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan
kapadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih
tepat (untuk khusyu') dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu
pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak).
Ayat di atas memberikan petunjuk,
bahwa selaku pendidik dan penyeru dakwah harus menggunakan sebagian waktu malam
untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pendekatan diri kepada Allah dengan
beribadah di waktu malam merupakan benteng yang dapat memperkukuh keimanan dan
kesiapan mental agar tetap tegar menjalankan tugas dan tantangan berat yang
dihadapi sebagai pendidik dan pendakwah umat. Allah juga mengingatkan Nabi Saw
agar benar-benar bangkit dengan kerja keras dan kesungguhan dalam melaksanakan
tugas tersebut melalui firman-Nya dalam Qs. Al-Muddatsir (74): 1-7:
$pkr'¯»t ãÏoO£ßJø9$# ÇÊÈ óOè% öÉRr'sù ÇËÈ y7/uur ÷Éi9s3sù ÇÌÈ y7t/$uÏOur öÎdgsÜsù ÇÍÈ tô_9$#ur öàf÷d$$sù ÇÎÈ wur `ãYôJs? çÏYõ3tGó¡n@ ÇÏÈ Îh/tÏ9ur ÷É9ô¹$$sù ÇÐÈ
Hai orang yang berkemul
(berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan
pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan
dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh
(balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu,
bersabarlah.
Nabi
Saw dibimbing oleh Allah untuk menyampaikan risalah untuk mengagungkan dan
mentauhidkan Allah, mensucikan pakaian dari najis yang berbentuk materi maupun
nonmateri, mensucikan diri dari maksiat, menghiasi diri dengan akhlak terpuji,
tidak pamrih dalam mengajarkan agama, dan bersabar dalam menjalankan kewajiban
dan ibadah serta gangguan pihak lain dalam mendakwahkan agama. Bimbingan Allah
dalam surat Al-Muddatsir/74: 1-7 ini menunjukan, bahwa Nabi Saw dipersiapkan
untuk menjadi pendidik yang siap bekerja keras dengan bekal kematangan fisik,
emosional dan spiritual.[26]
Profil pendidik atau guru menjadi salah satu yang urgen, karena meski saat
sebagian besar guru sudah disertifikasi dan mendapatkan tunjangan sertifikasi,
tetapi kinerja guru tidak berjalan seiring dengan hal itu. Empat kompetensi
yang telah diperiksa oleh asesor sertifikasi guru, kompetensi pedagogic,
kompetensi kepribadian, kompetensi social dan kompetensi profesional tampaknya
masih belum terwujud secara nyata. Padahal fungsi guru tidak sekadar
mengajar.guru itu fungsinya mengajar, mendidik dan membimbing. Bagaimana bias
disebut sebagai guru, kalau sifat-sifat membimbing dan mendidiknya sudah tidak
menyatu. Untuk mendukung terwujudnya empat kompetensi tersebut dan memadukan
tugas guru sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing wajib rasanya ditambahkan
empat hal berikut; bersyukur menjadi pendidik, mendidik sebagai Amanah,
mendidik dengan teladan dan mendidik dengan hati
1. Bersyukur menjadi pendidik
Diceritakan oleh Aisyah RA, bahwa
Nabi SAW mengerjakan shalat malam hingga kedua kaki beliau bengkak-bengkak.
Akupun bertanya kepada beliau: “Mengapa
engkau berbuat demikian yan Rasulullah? Padahal semua dosamu baik yang sudah
berlalu mapun yang belum terjadi sudah pasti diampuni?’ beliau menjawab:” Tidak
bolehkah aku menjadi hamba yang banyak bersyukur.”(HR. Al-Bukhari dan
Muslim) Perwujudan bersyukur ternyata dilakukan dengan sungguh bagi seorang
Nabi yang telah jelas dan pasti terjaga dan terpelihara dari segala perbuatan
salah dan dosa. Apalagi kita sebagai manusia biasa tentunya melakukan
manifestasi bersyukur lebih dari itu.
2. Mendidik sebagai Amanah
Amanah adalah sesuatu yang
diberikan kepada manusia yang dinilai memiliki kemapuaan untuk mengembannya.
Namun, dengan kemampuannya itu manusia juga dapat menyalahgunakan amanah
tersebut. Jauhari dalam hidayatullah,menyatakan arti sesungguhnya dari
penyerahan amanah kepada manusia adalah Allah SWT percaya bahwa manusia mampu
mengemban amanah tersebutsesuai dengan keinginan Allah SWT.[27]
Prinsip merupakan hal yang mendasar yang ada dalam suatu konsep atau teori.
Maka dari itu, prinsip harus diambil dari dasar pendidikan islam. Pendidikan
islam secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu, prinsip system pendidikan
islam dan prinsip umum dalam kerangka dasar pendidikan islam. Adapun
prinsip-prinsip dalam system pendidikan islam, antara lain sebagai berikut:
1. Prinsip pendidikan Islam merupakan
emplikasi dari karakteristik
(ciri-ciri). Manusia menurut Islam. Ajaran
islam mengemukakan tiga macam ciri-ciri manusia yang membedakannya dengan
makhluk yang lain yaitu,
a)
Fitrah
Ajaran Islam yang diturunkan Allah melalui
Rasul-Nya merupakan agama yang memperhatikan fitrah manusia, maka dari itu
pendidikan islam juga harus sesuai dengan fitrah manusia. Dan bertugas mengembangkan
fitrah tersebut. Kata fitrah tersebut di isyaratkan dalam firman Allah SWT,
sebagai berikut:
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pkön=tæ 4
w @Ïö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 Ï9ºs ÚúïÏe$!$# ÞOÍhs)ø9$# ÆÅ3»s9ur
usYò2r& Ĩ$¨Z9$# w tbqßJn=ôèt ÇÌÉÈ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui,( QS. Ruum (30):30)
b)
Kesatuan roh dan jasad
Manusia tersusun dari dua unsur, yaitu roh
dan jasad. Dari segi jasad sebagian karakteristik manusia sama dengan
binatang,sama-sama memiliki dorongaan untuk berkembang dan mempertahankan diri
serta berketurunan. Namun dari segi roh, manusia berbeda dengan makhluk yang
lain. Allah menyempurnakan kejadian manusia dengan meniupkan roh ketika
struktur jasad manusia siap untuk menerimanya. Allah berfirman:
#sÎ*sù ¼çmçF÷§qy àM÷xÿtRur ÏmÏù `ÏB ÓÇrr (#qãès)sù ¼çms9 tûïÏÉf»y ÇËÒÈ
Maka apabila aku telah menyempurnakan
kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah
kamu kepadanya dengan bersujud (QS; Al-Hijr (15): 29)
Dengan
roh yang ditiupkan ke dalam diri manusia, maka manusia hidup dan berkembang.
Roh mempunyai dua daya, daya berpikir yang disebut ‘aql dan daya rasa yang disebut qalb.
Denga ‘aql, manusia memperoleh ilmu
pengetahuan, memperhatikan dan menyelidiki alam sekitar. Sedangkan denga qalb manusia berusaha untuk mendekatkan
diri kepada Allah. Dengan ‘aql
manusia juga mengenal adanya Allah,beriman serta beribadah kepada-Nya. Dengan qalb manusia membedakan kebaikan dan
kebukan. Maka dari itu, pendidikan islam harus mampu menyeimbangkan antara
penggunaan ‘aql dengan qalb,agar manusia dapat
mengaktualisasikan potensi ‘aql dan qalb dengan baik, sehingga manusia mampu
menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan pendidikan islam, yaitu manusia yang
sempurna.
c)
Kebebasan Berkehendak
Kebebasan ebagai karakteristik
manusi meliputi berbagai dimensi, seperti kebebasan beragama, berbuat,
berpikir, berekspresi dan lain-lain. Sebagaimana dalam firman Allah:
/Iw on#tø.Î) Îû ÈûïÏe$!$# ( s% tû¨üt6¨? ßô©9$# z`ÏB ÄcÓxöø9$# 4 `yJsù öàÿõ3t ÏNqäó»©Ü9$$Î/ -ÆÏB÷sãur «!$$Î/ Ïs)sù y7|¡ôJtGó$# Íouróãèø9$$Î/ 4s+øOâqø9$# w tP$|ÁÏÿR$# $olm; 3 ª!$#ur ììÏÿx îLìÎ=tæ ÇËÎÏÈ
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu
barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak
akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS:
Al-Baqarah (2): 256).
Menurut Al-Thabari maksud ayat tersebut
adalah,pari ahli kitab tidak dipaksa masuk agama islam, jika menyerahkan pajak.
Namun dalam konteks pendidikan islam, maka dapat dipahami bahwa pendidikan
islam dalam penerapannya tidak boleh mendegradasi atau melarang manusia untuk
menggunakan pemikirannya, karena dalam pendidikan islam manusia diberi
kebebasan untuk mengembangkan pemikirannya, agar manusia selalu dapat
mengembangkan ilmu pengetahuan. Pendidikan islam tidak mengenal adanya
pemisahan antara sains dan agama.Penyatuan antara kedua system pendidikan
adalah tuntutan aqidah islam.Allah merupakan pencipta alam semesta dan yang
menurunkan hukum-hukum yang mengatur penggunaan, pengelolaan dann
pelestariannya. Hukum mengenai alamfisik dan secara tidak langsung membaur
dengan manusia dinamakan sunnah
Allah. Sedangkan pedoman hidup yang diturunkan Allah kepada manusia itu
dinamakan din Allah. Keduanya
tersebut sama-sama merupakan ayat Allah, yang pertama dinamakan kauniyah sedangkan yang kedua dinamakan tanziliyah. Dalam Al-Qur’an Allah
memerintahkan manusia untuk melakukan studi terhadap ayat-ayat-Nya dengan
perintah membaca, sebagaimana firman-(QS:
Al-Alaq/ 96: 1
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. (QS:
Al-Alaq (96): 1)
Ayat
tersebut memberikan isyarat bahwa manusia disuruh mengembangkan ilmu
pengetahuan dengan membaca. Membaca tidak hanya membaca teks akan tetapi juga
membaca konteks.Penerapannya, jika digabungkan dengan jenis ayat Allah di atas
adalah: proses pengembangan ayat kauniyah
menghasilkan studi ilmugeografi, biologi, sosiologi, geologi, astronomi,
kedokteran dan ilmu lain sebagainya. Sedangkan pengembangan ayat tanziliyah menghasilkan studi ilmu
Al-Qur’ann, ilmu tafsir, ilmu ekonomi.[28]
Dalam Al-Quran Surat Al-Alaq/96:
1-5
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-Alaq: 1-5)
Surat
Al-Alaq ini yang terdiri dari 19 ayat ini tergolong surah yang diturunkan di
mekkah ( makiyyah), hubungannya dengan surah sebelumnya, yaitu surah at-Tiin
adalah pada surah sebelumnya itu dibicarakan tentang penciptaan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya, sedangkan dalam surah al-‘Alaq ini dibicarakan
tentang penciptaan manusia dari Al-‘Alaq (segumpal darah) hingga nasibnya
diakhirat nanti. Dengan demikian, surah Al-Alaq itu tak ubahnya seperti al-syarh
wa al-bayan (penjelasan dan keterangan) terhadap keterangan terdahulu.
Para
ahli tafsir pada umumnya sepakat bahwa ayat pertama sampai ayat kelima surah
Al-Alaq ini adalah merupakan ayat-ayat yang pertama di turunkan Allah SWT
kepada Nai Muhammad SAW, yaitu pada
waktu ia berkhalwat di Gua Hira. berkenaan dengan hal ini, maka ibnu katsir
menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAWpertama kali menerima lima ayat dari surah
Al-Alaq ini ketika ia sedang ber-tahannust (beriadah) di Gua Hira. Maka
pada saat itu malaikat jibril datang kepada Nai Muhammad SAW dan menyuruhnya
membaca ayat-ayat tersebut, dan setelah tiga kali malaikat jibril menyuruhnya
membaca tersebut, maka barulah Nabi Muhammad SAW dapat membaca kelima ayat
tersebut. Pada saat itu Nai Muhammad merasakan sangat berat, berkeringat dan
perasaan yang sangat sulit dilukiskan, sehingga ia meminta istrinya, Siti
Khadijah untuk menyelimutinya untuk menghilangkan perasaan cemas, kaget dan
sebagainya. Maka setelah diselimuti selendang oleh Siti Khadijah lalu Nai menceritakan perasaan cemas dan
takutnya pada Siti Khadijah. Khadijah kemudian berkata, bergembiralah engkau,
karena Allah tidak mungkin menyia-nyiakanmu selamanya. Engkau akan mendapatkan
kasih sayang-Nya. Engkau adalah orang yang senantiasa enar dalam ucapan, rela
menanggung penderitaan, memberi perhatian terhadap orang-orang yang lemah dan
selalu menegakkan keenaran. Selanjutnya untuk memperoleh ketenangan dan
kebenaran apa yang dialaminya itu, Siti Khadijah mengajak Nabi Muhammad SAW itu
bertemu dengan Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abd al- izziy bin Qushai yang
merupakan putra pamannya Siti Khadijah atau saudara dari ayahnya Khadijah yang
dikenal sebagai orang yang dapat menulis arab dan pernah pla menulis injil
dalam bahasa arab. Pada saat itu waraqah sudah sangat tua dan tidak dapat lagi
melihat. Khadijah berkata, bahwa apa yang kamu terima itu adalah al-namus (ajaran
wahyu) yang pernah diturunkan kepada Nabi Musa a.s dan mudah-mudahan aku masih
hidup pada saat engkau oleh kaummu. Nabi Muhammad SAW berkata; apakah mereka
itu akan mengusirku? Waraqah menjawab benar. Riwayat tersebut terdapat dalam kitab
shahih Bukhari-Muslim.
Secara
harfiah kata qara’ yang terdapat pada ayat tersebut berarti menghimpun
huruf-huruf dan kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya dan membentuk
satu bacaan. Adapun menurut al-Maraghi ayat tersebut secara harfiah ayat ini
dapat diartikan dengan jadilah engkau seorang yang dapat membaca berkat
kekuasaan dan kehendak Allah SWt yang menciptakanmu, walaupun sebelumnya engkau
tidak dapat melakukannya. Selain itu ayat tersebut mengandung perintah agar
manusia memiliki keimanan, yaitu berupa keyakinan terhadap kekuasaan dan
kehendak Allah, juga mengandung pesan ontologis tentang sumber ilmu
pengetahuan. Yakni pada saat tersebut Allah SWT menyuruh Nabi Muhammad Saw untuk membaca. Yaiktu ada berupa
ayat-ayat Allah yang tertulis sebagaimana dengan surah al’alaq itu
sendiri, da nada pula ayat-ayat yang tidak tertulis seperti yang terdapat pada
alam jagat raya dengan segala hukum kausalitas yang ada di dalamnya, dan pada
diri masnuia. Berbagai ayat tersebut jika dibaca dalam arti ditela’ah,
diobservasi, diidentifikasi, dikategorisasi, dibandingkan, dianalisis dan
disimpulkan dapat menghasilkan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, jelas bahwa
ayat pertama ini terkait erat dengan objek, sasaran dan tujuan pendidikan.[29]
Dalam surat al-Kahfi ayat 66 yang berbunyi:
tA$s% ¼çms9 4ÓyqãB ö@yd y7ãèÎ7¨?r& #n?tã br& Ç`yJÏk=yèè? $£JÏB |MôJÏk=ãã #Yô©â ÇÏÏÈ
Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah
aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara
ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"
Dalam
konstek itu, Nabi Musa as. Tidak menyatakan “apa yang engkau ketahui wahai
hamba Allah” karena beliau sepenuhnya beliau sadar bahwa ilmu pastilah
bersumber dari satu sumber, yakni dari Allah yang Maha mengetahui. Memang, Nabi
Musa as. Dalam ucapannya itu, tidak menyebut nama Allah sebagai sumber
pengajaran karena hal tersebut telah merupkan aksioma bagi manusia beriman. Di sisi
lain, kita menemukan hamba yang shaleh itu juga penuh dengan tatakrama. Beliau
tidak langsung menolak permintaan Nabi Musa as. Tetapi menyampaikan
penilaiannya bahwa nabi agung itu tidak akan bersabar mengikutinya sambil
menyempaikan alasan yang sungguh logis dan tidak menyinggung perasaan tentang
ketidaksabaran tersebut. Dari alur kisah ini dengan jelas menunjukan bahwa
interaksi yang terjadi antara guru dan murid harus berlangsung dalam suasana
saling menghargai dan menghormati. Sikap ini seperti yang ditunjukan oleh Nabi
Musa as.kepada Nabi Khidir as. Sikap Nabi Musa as. Ini merupakan cerminan
kesopanan yang harus dilakukan oleh seorang pesera didik kepada gurunya.
Sebaliknya, sikap nabi khidir as. Merupakan cerminan dari kesabaran dan sikap
lapang daa dalam memberikan bimbingan atau pengajaran kepada muridna. Jadi,
seorang pendidik harus memiliki kompetensi akhlaq dan kepribadian yang luhur
dalam proses pembelajaran, antara lain, bersikap sabar dalam menghadapi prilaku
peserta didik. Jika sikap seperti ini dapat diterapkan dalam proses Pembelajaran,
suasana yang kondusif akan tercipta hingga memperoleh hasil belajar yang
berkualitas baik
Adapun sikap yang harus dimiliki
oleh seorang pendidik sebagai beriut:
a. Mengajarkan dan
mempraktikan etika Islam
b. Menghiasi wajahnya dengan senyum
c. Menggunakan
kata-kata yang baik dan bijak
d.
Memperingatkan anak didiknya ketika melakukan
kesalahan
e. Menjawab
pertanyaan anak didiknya
f. Menjaga kebersihan
diri dan pakaiannya.
Berdasarkan
pemaparan tersebut, seorang pendidik harus menyadari betul keagungan pofesinya.
Ia harus menghiasi dirinya dengan akhlaq yang nulia dan menjauhi semua akhlaq
yang tercela. Ia tidak boleh kikir dalam menyampaikan pengetahuan dan
menganggap remeh semua masalah yang merintangi sehingga mencapai target dan
misinya dalam melakukan system pendidikan. Sikap ini akan mampu mendorong
seorang pendidik untuk melakukan hal-hal besar dalam menajalani profesinya demi
mendapatkan hasil yang maksimalbaik anak didiknya.[30]
[1] Shilphy
Afiattresna Octavia, Sikap dan Kinerja Guru Profesional, Yogyakarta:
Deepublish, 2019, hal. 3-4
[2]
Mohammad Ahyan Yusuf
Sya’ban, Profesi Keguruan: Menjadi guru
yang Religius dan Bermartabat, Gresik: Caremedia Communication, 2018, hal.
11-13
[3]WJS.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991, hal. 250.
[4]
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta:
Logos wacana Ilmu, 1997, hal. 61. Dan Muhaimin, wacana pengembangan pendidikan
Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004 hal. 209
[5]Karim
al-Bastani, dkk, al-munjidi fi lugoh wa
a’lam, Bairut: Darul Masyriq, 1975. Hal. 127
[6]
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam,
Jakarta: Bulan Bintang, 1979, hal 21
[7]
Shihab, al-Mishbah Vol. 1, hal. 32-33
[8]
Abudin Nata, Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia,
Jakarta: Prenadamedia Group, 2019, hal. 9-10
[9] Khusnul Wardan, Guru
Sebagai Profesi, Yogyakarta: Deepublish, 2019, Hal. 33.
[10] Mohammad al farabi, Pendidikan Orang Dewasa Dalam Al-Qur’an,
Jakarta: Kencana, 2018, hal. 19
[11]
Abudin Nata, Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia,
Jakarta: Prenadamedia Group, 2019, hal. 19-21
[12] Abudin Nata, Ilmu Pendidikan
Islam, T.k, t.p, t.th, hal. 121-122
[13]
Arham Junaidi Firman, Studi
al-Qur’an teori dan aplikasinya dalam penafsiran ayat pendidikan,
Yogyakarta, Diandra Kreatif, 2018, hal. 311-312
[14] Arham Junaidi Firman, Studi
al-Qur’an teori dan aplikasinya dalam penafsiran ayat pendidikan,
Yogyakarta, Diandra Kreatif, 2018, hal. 253-254
[15] Rudi Ahmad Suryadi, Ilmu
Pendidikan Islam, Yogyakarta: Deepublish, 2018, h. 3
[16]
Arham Junaidi Firman, Studi
al-Qur’an teori dan aplikasinya dalam penafsiran ayat pendidikan,
Yogyakarta, Diandra Kreatif, 2018, hal. 315-316
[17]
Arham Junaidi Firman, Studi
al-Qur’an teori dan aplikasinya dalam penafsiran ayat pendidikan,
Yogyakarta: Diandra Kreatif, 2018, hal. 313-314
[18] Ahmad Izzan
& Saehudin, Tafsir Pendidikan, Konsep Pendidikan berbasis al-Qur’an, Bandung:
Perpustakaan Nasional katalog dalam terbitan, T.th, hal. 183-185
[19] Faisol, Pendidikan
islam perspektif, T.tk, Guepedia, T.th, hal. 72-74
[20] Muhammad Nafi, Pendidik dalam konsepsi Imam al-ghozali, Yogyakarta:
Deepublish, 2017, hal 29-30
[21] Samsul Nizar dan Zainal Efendi
Hasibuan, Pendidik Ideal Bangunan
Character Building, Jakarta: Kencana, 2018. Hal. 12
[22] Abu Bakr Ahmad Sayyid, Kepada Para Pendidik Muslim, (T.K): Gema
Insani, 1991, hal. 20-21
[23] Muhammad Jameel Zeeno, Resep Menjadi Pendidik Sukses Berdasarkan
Petunjuk Al-Qur’an & Teladan Nabi Muhammad, Jakarta Selatan: Hikmah,
(T.T), hal. 3
[24] Gerda Wulandari dan Gianto
Widiyanto, Perawat Sebagai
Pendidik:Prinsip-Prinsip Pengajaran Dan Pembelajaran, Jakarta: Buku
kedokteran EGC, 2002, hal. 8
[25] Abudin Nata, Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an,
Jakarta: Prenadamedia group, 2016, hal. 1-4
[26] Mohammad Al farabi, Pendidikan Orang Dewasa Dalam
Al-Qur’an, Jakarta: Kencana, 2018,
hal. 3-5
[27] Alivermana Wiguna, Isu-Isu Kontemporer pendidikan Islam, Yogyakarta:
Deepublish, 2014, hal. 37-40
[28]
Muhammad Fathurrohman, Prinsip Dan
Tahapan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Garudhawaca, 2017, hal. 23-32
[29] Listiawati, Tafsir Ayat-Ayat
Pendidikan, Depok: Kencana, 2017, hal. 63-65
[30] Ahmad Izzan
& Saehudin, Tafsir Pendidikan Berbasis al-Qur’an, Bandung:
Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan, T.th, hal.187-188
Komentar
Posting Komentar