Karakteristik Pendidik dalam al-Qur’an

 

              Secara etimologis guru sering disebut pendidik. Kata guru merupakan padanan dari kata teacher (bahasa inggris). Kata teacher bermakna sebagai “the person who teach, especially in school” atau guru adalah seorang yang mengajar, khususnya disekolah/ madrasah. Kata teacher berasal dari kata kerja to teach atau teaching yang berarti mengajar. Jadi arti dari kata teacher adalah guru, pengajar. Dalam bahasa arab ada beberapa kata yang menunjukkan profesi ini seagai mudarris, mu’allim, murrabbi dan mu’addib yang meski memiliki nama yang sama, namun masing-masing mempunyai karakter yang berbeda. (Rochman dan Gunawan).

     Pengertian Murabbi mengisyaratkan bahwa guru adalah orang yang memiliki sifat rabbani artinya orang yang bijaksana, bertanggung jawa, erkasih sayang terhadap siswa dan mempunyai pengetahuan tentang Rabb. Dalam pengertian Mu’allim mengandung arti bahwa guru adalah orang berilmu yang tidak hanya menguasai ilmu secara teoritik tetapi mempunyai komitmen yang tinggi dalam mengembangkan ilmu yang dimilikinya. Sedang dalam konsep ta’dib terkandung pngertian integrasi antara ilmu dan amal sekaligus (Muhaimin dan Abdul Mujib). Guru dalam literature kependidikan islam b biasa disebut sebagai ustadz, mu’allim, murabby, mursyid, mudarris dan mu’addib. Kata mu’allim mengandung makna bahwa seorang guru di tuntut untuk mampu menjelaskan hakikat ilmu pengetahuan yang diajarkannya, serta menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya dan berusaha membangkitkan siswa untuk mengamalkannya. Kata murabbi mengandung makna bahwa seorang guru dituntut harus bisa mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampuberkreasi, sekaligus mengatur dan memelihara hasil kreasinya, kata mursyid mengandung makna bahwa guru harus berusaha menularkan penghayatan (transinternalisasi) akhlak/ kepriadiannya kepada peserta didiknya. Baik yang berupa etos kerja, belajar maupun dedikasinya yang mengharapkan ridha Allah SWT semata, kata mudarris mengandung makna bahwa guru harus berusaha menerdaskan peserta didiknya, menghilangkan ketidaktahuan atau membrantas kebodohan mereka serta melatih keterampilan mereka sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan, kata mu’addib mengandung makna bahwa guru adalah orang yang berada sekaligus memiliki peran dan fungsi untuk memangun peradaban (civitization) yang berkualitas dimasa depan.[1]

1. Ciri-ciri dan Karakteristik Profesi

 Jika melihat konsep yang diberikan oleh Ornstein dan Levine yaitu profesi merupakan suatu jabatan yang memenuhi berbagai kriteria atau ciri-ciri berikut ini, yaitu:

a.  Orientasi pelayanan pada masyarakat, karir yang dilaksanakan

      sepanjang hidup (tidak berganti-ganti pekerjaan)

b. Memiliki kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau  

      menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan

c.  Pelatihan khusus dengan waktu panjang

d.    Memiliki unsur keilmuan dan keterampilan yang tidak dimiliki banyak orang (tidak semua orang bias melakukannya)

e.  Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktik (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian)

f.  Memiliki organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri

g. Memiliki kadar kepercayaan yang tinggi dari public dan kepercayaan diri setiap anggotanya

h. Memiliki persyaratan masuk atau terukur dan terkendali  berdasarkan lisensi yang telah baku

i.   Bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan berhubungan dengan layanan yang diberikan

j.   Memiliki otonomi membuat keputusan ruang lingkup kerja tertentu

k. Komitmen terhadap jabatan dan klien

l.   Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya, relative 

 bebas dari supervise dalam jabatan

m. Memiliki asosiasi profesi dan kelompok ‘elit” untuk mengetahui dan

  mengakui keberhasilan anggotanya.

n. Memiliki status social dan ekonomi yang tinggi (disbanding jabatan lain)

      Beberapa kriteria yang dirumuskan oleh Ornstein dan Levine tersebut setidaknya dapat disimpulkan menjadi lima unsur penting dalam profesi yaitu public service, throughout life, knowledge and skill, research serta yang paling penting adalah code of ethics (kode etik). Suatu profesi merupakan jabatan yang tidak selalu dipandang sebagai jabatan structural saja, namun pada hakikanya ialah jabatan social yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan dengan mengedepenkan asas humanitas. Jabatan yang dilaksanakan untuk terciptanya kemanfaatan bagi kehidupan social umat manusia bukan sebagai sarana yang justru dapat menciptakan konflik dan kesenjangan social walaupun sering kali mengatasnamakan asas profesionalitas.[2]Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, pendidik artinya orang yang mendidik, membimbing, merawat, membentuk dan membina. [3]dalam bahasa Arab, pendidik umumnya disebut dengan beberapa istilah, seperti Ustadz, muallim, murabbi, mudarris, mu’addib, mursyid dan mudarrib.[4]

           Masing-masing istilah ini memiliki tempat tersendiri dalam konteks peristilahan yang dipakai dalam pelaksanaan dan teori pendidikan Islam. Jika merujuk pada al-Qur’an, istilah pendidik yang digunakan diantaranya adalah al-murabbi (rabb) dan muallim (‘allama-yu’allimu). Istilah lain yang langsung dapat dijumpai dalam al-Qur’an berkenaan dengan adanya fungsi kependidikan dan pengajaran (pendidik) adalah ahl az-zikr, sebagaimana yang disebut dalam Qs. An-Nahl/ 16:43

!$tBur $uZù=yör& ÆÏB y7Î=ö6s% žwÎ) Zw%y`Í ûÓÇrqœR öNÍköŽs9Î) 4 (#þqè=t«ó¡sù Ÿ@÷dr& ̍ø.Ïe%!$# bÎ) óOçGYä. Ÿw tbqçHs>÷ès? ÇÍÌÈ  

dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,

Menurut Tafsir Misbah Kata ahl adz-Dzikr pada ayat ini dipahami oleh banyak ulama dalam arti para pemuka agama Yahudi dan Nasrani. Mereka adalah orang-orang yang dapat memberi informasi tentang kemanusiaan para rasul yang di utus Allah. Mereka wajar ditanyai karena mereka tidak dapat di tuduh berpihak pada informasi Al-Qur’an sebab mereka juga termasuk yang tidak mempercayainya. Kendati demikian, persoalan kemanusiaan para rasul, mereka akui. Ada juga yang memahami istilah ini dalam arti sejarahwan, baik muslim ataupun non-muslim. Kata in jika pada ayat di atas, yang biasanya digunakan menyangkut sesuatu yang tidak pasti atau diragukan, mengisyaratkan bahwa persoalan yang dipaparkan oleh Nabi saw. dan Al-Qur’an sudah demikian jelas sehingga diragukan adanya ketidaktahuan dan, dengan demikian, penolakan yang dilakukan kaum musyrikin itu bukan lahir dari ketidaktahuan, tetapi dari sikap keras kepala. Walaupun penggalan ayat ini turun dalam konteks tertentu, yakni objek pertanyaan, serta siapa yang ditanya tertentu pula, karena redaksinya yang bersifat umum, ia dapat dipahami pula sebagai perintah bertanya apa saja yang tidak diketahui atau diragukan kebenarannya kepada siapa pun yang tahu dan tidak tertuduh objektivitasnya.

      Di sisi lain, perintah untuk bertanya kepada ahl al-Kitab yang dalam ayat ini mereka digelari ahl adz-Dzikr menyangkut apa yang tidak diketahui, selama mereka dinilai berpengetahuan dan objektif, menunjukkan betapa Islam sangat terbuka dalam perolehan pengetahuan. Memang, seperti sabda Nabi saw.: “Hikmah adalah sesuatu yang didambakan seorang mukmin, di mana pun dia menemukannya, dia yang lebih wajar mengambilnya.” Demikian juga dengan ungkapan yang popular dinilai sebagai sabda Nabi saw. yaitu: “Tuntutlah ilmu walaupun di negeri Cina.” Itu semua merupakan landasan untuk menyatakan bahwa ilmu dalam pandangan Islam bersifat universal, terbuka, serta manusiawi dalam arti harus dimanfaatkan oleh dan untuk kemaslahatan seluruh manusia.

      Menurut Tafsir Al-Maraghi Tidaklah Kami mengutus para rasul sebelummu kepada umat-umat untuk mengajak mereka agar mentauhidkan Aku dan melaksanakan perintah-Ku, kecuali mereka itu adalah laki-laki dari Bani Adam yang Kami wahyukan kepada mereka, bukan para malaikat.

Ad-Dahak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Allah mengutus Muhammad saw. orang-orang Arab mengingkari pengutusannya itu dan berkata, Allah Maha Agung dari menjadikan utusan-Nya seorang manusia.

Penulis memahami bahwa Ahli dzikir merupakan pendidik yang bertugas menyampaikan informasi-informasi.

dan juga terdapat dalam Qs. Al-Anbiya (21): 7

!$tBur $uZù=yör& šn=ö6s% žwÎ) Zw%y`Í ûÓÇrqœR öNÍköŽs9Î) ( (#þqè=t«ó¡sù Ÿ@÷dr& ̍ò2Ïe%!$# bÎ) óOçFZä. Ÿw šcqßJn=÷ès? ÇÐÈ  

“Kami tiada mengutus Rasul Rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, Maka Tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.”

 

              Menurut Tafsir Ibnu Katsir Allah Ta’ala berfirman menolak orang yang mengingkari diutusnya Rasul dari kalangan manusia. Wa maa arsalnaa qablaka illaa rijaalan nuuhii ilaiHim (“Kami tiada mengutus para Rasul sebelummu, melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka,”) yaitu seluruh Rasul yang terdahulu adalah laki-laki. Tidak ada seorang pun di antara mereka berasal dari Malaikat, sebagaimana Dia berfirman menceritakan umat-umat terdahulu, karena mereka mengingkarinya. Untuk itu, Allah Ta’ala berfirman: fas-aluu aHladz-dzikri in kuntum laa ta’lamuun (“Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui.”) Yaitu, tanyakanlah oleh kalian kepada orang yang berilmu di antara umat-umat tersebut, seperti Yahudi, Nasrani dan aliran-aliran lain. Apakah para Rasul yang datang kepada mereka itu manusia atau para Malaikat? Mereka hanyalah manusia. Hal itu merupakan kesempurnaan nikmat Allah kepada makhluk-Nya dengan diutusnya para Rasul dari jenis mereka yang memungkinkan untuk sampainya penyampaian dan penerimaan dari mereka. Penulis memahami bahwa orang yang ahli atau orang mempunyai ilmu pengetahuan termasuk pendidik atau guru.

               Terkait dengan istilah al-murabbi dan mu’allim, jika dicermati pemaknaan dari masing-masing istilah, keduanya merujuk kepada Allah swt. Istilah al-tarbiyah atau al-murabbi yang diidentikan dengan ar-rabb, para ahli memberikan definisi yang beragam. Karim al-Bastani dan kawan-kawan, mengartikan ar-rabb dengan tuan, pemilik, memperbaiki, perawatan, tambah, mengumpulkan, dan memperindah.[5] Singkatnya, penggunaan kata al-murabbi pada dasarnya menekankan pada aspek pendidikan atau pemeliharaan serta aktivitas yang berorientasi pada usaha menumbuhkembangkan. Adapun untuk istilah al-mu’allim atau ta’lim menurut Mahmud yunus secara etimologi berkonotasi pembelajaran yakni semacam proses transfer ilmu pengetahuan. Dalam hal ini al-ta’lim cenderung dipahami sebagai proses bimbingan yang dititikberatkan pada aspek peningkatan intelektualitas anak didik.[6] ini berarti al-muallim dapat dimaknai sebagai pihak yang melakukan pengajaran atau transfer keilmuan.

              Menurut M. Quraish shihab kata alima- ya’lamu dan alama yu’allimu yang membentuk istilah al-muallim berasal dari kata dasar al-‘ilm, yang berarti menjangkau sesuatu sesuai dengan keadaannya yang sebenarnya. Bahasa Arab yang menggunakan semua kata yang tersusun dari huruf-huruf ‘ain, lam, mim dalam berbagai bentuknya, untuk menggambarkan sesuatu yang sedemikian jelas, sehingga tidak menimbulkan keraguan. Allah swt dinamai ‘alim karena pengetahuanNya yang sangat jelas terhadap segala sesuatu, sehingga terungkap baginya hal-hal sekecil apapun.[7] Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan, dapat dikemukakan bahwa istilah al-murabbi (al-tarbiyah) dan al-mu’allim (al-ta’lim) keduanya merujuk kepada Allah swt. Istilah al-murabbi atau tarbiyah, yang ditangani sebagai kata bentukan dari kata rabb, mengacu kepada Allah sebagai rabb al-‘alamin. Begitupun istilah al-ta’lim yang berasal dari kata ‘alima-ya’lamu dan ‘allama-yu’allimu, juga merujuk kepada Allah Swt yang maha ‘alim. Dengan demikian, sifat-sifat Allah yang dapat dipahami oleh manusia, seperti pengasih, penyayang, pelindung dan sebagainya, semestinya dapat menjadi bahan acuan bagi manusia untuk dapat mengembangkan proses pendidikan menjadi lebih baik.

              Dari segi bahasa kosakata al-tarbiyah (pengasuh dan membina), al-ta’lim (memberikan pelajaran), al-ta’dib (membentuk sikap dan perilaku utama), al-tadris (pengajaran), al-mau’idzah(pemberian nasihat), al-irsyad (memberi petunjuk), al-tazkiyah (membersihkan diri), al-tazkirah (memberi peringatan), al-tabyin (Penjelasan), al-tahzib (pembentukan akhlak), alal-talqin (pengajaran secara mendalam dan jelas), dan al-tilawah (penyampaian informasi dan mengulangi bacaan) digunakan sebagai ahli pendidikan. Dalam bahasa inggris, pendidikan dekat dengan kata education (pendidikan), instruction (perintah), dan training (pelatihan). Dari definisi kebahasaan ini pendidikan terkait dengan pemberian pengetahuan, wawasan, pembinaan keterampilan, pembinaan sikap, pembinaan penghayatan, pelatihan fisik dan fungsi panca indra, serta kemampuan berkomunikasi dan bermasyarakat. Pendidikan terkait dengan aktivitas membina seluruh potensi yang dimiliki manusia.

              Selanjutnya dari segi kepentingan individu, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Individu itu laksana lautan dalam yang penuh mutiara dan bermacam-macam ikan tetapi tidak tampak. Ia masih berada didasar laut. Ia perlu dipancing dan digali supaya dapat menjadi makanan dan perhiasan bagi manusia. Manusia mempunyai berbagai bakat dan kemampuan yang kalau pandai kita menggunakannyabisaberubah menjadi emas dan perhiasan, bias menjadi kekayaan yang berlimpah-limpah. Kemampuan intelektual saja beraneka ragam, kemampuan bahasa, menghitung, mengingat, berpikir,daya cipta dan lain-lain. Bahkan menurut Guilford (1956), bahwa kemampuan intelektual ini terdiri dari 120 macam. Sudah tentu sampai sekarang kemampuan-kemampuan itu belumm dapat digunakan semuanya, tetapi hasilnya, manusia sudah sampai ke bulan dan menciptakan teknologi yang canggih. Maksudnya, walaupun dengan kemampuan akal yang belum digunakan seluruhnya, manusia sudah dapat menjelajah angkasa raya. Jadi pendidikan menurut pandangan individu adalah menggarap kekayaan yang terdapat pada setiap individu agar dapat dinikmati oleh individu dan selanjutnya oleh masyarakat. Sebab kemakmuran suatu masyarakat bergantung pada kesanggupan masyarakat tersebut dalam menggarap sumber kekayaan yang terpendam pada setiap individunya. Dengan kata lain, kemakmuran masyarakat tergantung pada keberhasilan pendidikannya dalam menggarap dan mengembangkan kekayaan yang terpendam pada setiap individu.[8] Problem pertama guru yang terlihat jelas sekarang ini adalah kurangnya minat guru untuk meneliti. Banyak guru yang malas untuk meneliti di kelasnya sendiri dan terjebak dalam rutinitas kerja sehingga potensi ilmiahnya tak muncul kepermukaan. Banyak guru menganggap kalau meneliti itu sulit. Sehingga karya tulis mereka dalam bidang penelitian tidak terlihat sama sekali. Padahal setiap tahun, depdiknas selalu rutin melaksanakan lomba keberhsilan guru dalam pembelajaran (LKGDP). Tingkat nasional yang diselenggarakan oleh direktorat profesi guru. Biasanya para guru akan sibuk meneliti bila mereka mau naik pangkat saja karenanya guru harus diberikan bekal agar mereka dapat melakukan sendiri penelitian tindakan kelas (PTK). PTK adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru dikelasnya sendiri dengan jalan merencanakan, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipasif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.  Problem kedua guru adalah masalah guru sekarang masih banyak yang belum sejahtera. Terlihat jelas dikotmi antara guru berplat merah (Baca PNS) dan guru berplat hitam (Baca non PNS). Banyak guru yang tak bertmabah pengetahuannya karna taksanggup membeli buku. Boro-boro buat membeli buku, untuk biaya hidupnya saja mereka sudah kembang kempis. Kenyataan dimasyarakat banyak pula guru yang  taksanggupmenyekolahkan anaknya hingga keperguruan tinggi, karna kecilnya penghasilan yang didapatnya setiap bulan.

              Dengan adanya sertifikasi guru dalam jabatan, semoga kesejahteraan guru ini dapat terwujud. Bagaimanapun  juga profesi guru adalah pilar terpenting untuk kemajuan bangsa. Oleh karena itu sudah sepantasnya apabila profesi ini lebih diperhatikan, terlebih kesejahteraannya. Tetapi, jangan karena kesejahteraan kurarng kemudian kreatifitas guru menjadi mati, banyak contoh lain dari kehidupan guru yang meskipun kesejahteraannya kurang, tetapi komitmen terhadap pendidikan tetap tinggi. Sebaliknya berapa banyak guru yang gajinya sudah tinggi tapi tetap ogah-ogahan mengajar. Semua ini berpulang kembali padamentalitas kita.[9] Dalam sejarah perkembangan ilmu pendidikan, kajian awal tentang konsep pendidikan di dunia ini berasal dari pemahaman tentang persoalan belajar pada anak dan pengalaman mengajar terhadap anak-anak. Dengan pemahaman tersebut, aktivitas pembelajaran secara dominan didasarkan pada pandangan, bahwa pendidikan merupakan suatu proses transmisi pengetahuan. Konsep inilah kemudian dikenal dengan istilah pedagogi, yang diartikan sebagai the art science of teaching children (ilmu dan seni mengajar anak-anak).[10] Ajaran islam sebagaimana terkandung di dalam Al-Qur’an dan al-Hadis memiliki ciri-ciri antara lain ada yang bersifat inti dan universal serta berlangsung secara abadi, tanpa ada perubahan, dan nada yang bersifat interpretasi yang mengakomodasi muatan lokal yang dapat di perbaharui sesuai dengan perkembangan zaman. Ajaran Al-Qur’an yang bersifat universal misalnya dapat dilihat dari karakteristik ajaran Islam, antara lain: komprehensif, kritis, humanis, militansi moderat, dinamis, toleran, cosmopolitan, responsive, progresif, inovatif dan rasional.

         Karakteristik ajaran Islam komprehensif, maksudnya adalah bahwa ajaran Islam meliputi aspek lahir dan batin, fisik dan nonfisik, dengan berbagai perinciannya, seperti sebuah bangunan yang memiliki tiang, dinding, lantai, atap, pintu, jendela, kamar-kamar, ruang tamu, beranda, halaman, ruang makan, perpustakaan, ruang keluarga, ruang olahraga dan lain sebagainya. Sifat komprehensi ajaran Islam ini antara lain dapat dipahami dari firman Allah SWT dalam Surat Al-Maaidah/5: 3 sebagai berikut:

ôMtBÌhãm ãNä3øn=tæ èptGøŠyJø9$# ãP¤$!$#ur ãNøtm:ur ͍ƒÌYσø:$# !$tBur ¨@Ïdé& ÎŽötóÏ9 «!$# ¾ÏmÎ/ èps)ÏZy÷ZßJø9$#ur äosŒqè%öqyJø9$#ur èptƒÏjŠuŽtIßJø9$#ur èpysÏܨZ9$#ur !$tBur Ÿ@x.r& ßìç7¡¡9$# žwÎ) $tB ÷LäêøŠ©.sŒ $tBur yxÎ/èŒ n?tã É=ÝÁZ9$# br&ur (#qßJÅ¡ø)tFó¡s? ÉO»s9øF{$$Î/ 4 öNä3Ï9ºsŒ î,ó¡Ïù 3 tPöquø9$# }§Í³tƒ tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. `ÏB öNä3ÏZƒÏŠ Ÿxsù öNèdöqt±øƒrB Èböqt±÷z$#ur 4 tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYƒÏŠ àMôJoÿøCr&ur öNä3øn=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMŠÅÊuur ãNä3s9 zN»n=óM}$# $YYƒÏŠ 4 Ç`yJsù §äÜôÊ$# Îû >p|ÁuKøƒxC uŽöxî 7#ÏR$yftGãB 5OøO\b}   ¨bÎ*sù ©!$# Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇÌÈ    

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

         Artinya terimalah oleh kalian dengan rela Islam sebagai agama kali­an, karena sesungguhnya Islam adalah agama yang disukai dan diridai Allah, dan Dia telah mengutus Rasul yang paling utama dan terhor­mat sebagai pembawanya, dan menurunkan Kitab-Nya yang paling mulia dengan melaluinya. Ali Ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian. (Al-Maidah: 3) Yakni agama Islam. Allah Swt memberitahukan kepada NabiNya dan orang-orang mukmin bahwa Dia telah menyempurnakan Islam untuk mereka, karena itu Islam tidak memerlukan tambahan lagi se­lamanya. Allah telah mencukupkannya dan tidak akan menguranginya untuk selamanya. Dia telah ridha kepadanya, maka Dia tidak akan membencinya selama-lamanya. barang siapa yang terpaksa memakan sebagian dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah seperti yang telah disebutkan di atas karena keadaan darurat yang memaksanya melakukan hal itu, maka dia boleh memakannya. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penya­yang kepadanya, karena Allah Swt. mengetahui kebutuhan hamba­Nya yang terpaksa dan keperluannya akan hal tersebut. Maka dari itu Allah memaafkan dan mengampuninya. Penulis memahami bahwa Agama Islam adalah agama yang sempurna berpedoman terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits termasuk di dalamnya diatur pengertian pendidik, tugas-tugas pendidik dan istilah-istilah pendidikan.

         Selanjutnya, karakteristik ajaran Islam yang bersifat kritis dapat dilihat dari segi kedudukan ajaran Islam yang memiliki ciri yang lebih tinggi dibandingkan dengan ajaran-ajaran agama samawi yang diturunkan sebelumnya. Dengan kedudukannya yang demikian itu, maka ajaran Islam dengan sumber utamanya Al-Qur’an dan Al-Sunnah menjadi wasit, hakim atau korektor terhadap berbagai kekeliruan yang pernah diperbuat sebagai penganut agama samawi sebelum Islam. Karakteristik ajaran Islam yang kritis ini dapat dipahami dari fiman Allah SWT Surat Al-Baqarah/2: 209 berikut ini:

bÎ*sù OçFù=s9y .`ÏiB Ï÷èt/ $tB ãNà6ø?uä!%y` àM»oYÉit6ø9$# (#þqßJn=÷æ$$sù ¨br& ©!$# îƒÍtã íOŠÅ6ym ÇËÉÒÈ  

Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

         Menurut tafsir jalalain (Dan jika kamu tergelincir) atau menyimpang untuk masuk ke dalam keseluruhannya (setelah datang kepadamu bukti-bukti nyata) bahwa ia barang hak, (maka ketahuilah bahwa Allah Maha Tangguh) hingga tidak suatu pun yang dapat menghalangi-Nya untuk menjatuhkan hukuman kepadamu, (lagi Maha Bijaksana) di dalam segala perbuatan-Nya.

         Menurut tafsir Quraish Shihab Maka, jika kalian menyeleweng dari jalan ini, jalan yang benar dan diperkuat dengan argumentasi- argumentasi tak terbantah, ketahuilah bahwa kalian akan ditanya mengapa melakukan penyelewengan ini. Allah Maha perkasa untuk memberi siksa orang yang berpaling dari jalan-Nya, dan Allah Mahabijaksana dalam memberi siksaan sesuai dengan kadar kejahatan yang dilakukan. Dapat dipahami bahwa seseorang yang menyimpang dijalanNya maka mendapat siksa. Dianalogikan pendidik yang tidak memenuhi kode etik keprofesian maka akan berdampak terhadap peserta didik dan pendidik akan mendapatkan sangsi.            

         Kemudian yang dimaksud dengan ajaran Islam yang bersifat humanis adalah dapat dilihat dari upaya Islam yang melindungi hak-hak asasi manusia sebagaimana dapat dilihat dari segi visi, misi dan tujuannya. Yaitu bahwa Islam memiliki ciri-ciri tidak hanya menyejahterakan kehidupan dunia atau akhirat saja, melainkan menyejahterakan dunia dan akhirat, jasmani dan rohani, individual dan sosial,  lahir dan batin, lokal, nasional, regional, dan internasional, melindungi hak-hak asasi manusia, yakni melindungi hidup (hifdz al-nafs), melindungi beragama (hifdz al-din), melindungi berpikir (hifdz al-‘aql), melindungi memelihara dan melangsungkan keturunan (hifdz al-nasl), dan melindungi penggunaan harta benda (hifdz al-maal). Hal ini dapat dipahami dari firman Allah SWT Surat Al-Qashash/28: 77 sebagai berikut:

Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ    

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.[11]     

Menurut tafsir Ibnu Katsir yaitu gunakanlah harta yang berlimpah dan nikmat yang bergelimang sebagai karunia Allah kepadamu ini untuk bekal ketaatan kepada Tuhanmu dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan mengerjakan berbagai amal pendekatan diri kepada-Nya, yang dengannya kamu akan memperoleh pahala di dunia dan akhirat.

yang dihalalkan oleh Allah berupa makanan, minuman, pakaian, rumah dan perkawinan. Karena sesungguhnya engkau mempunyai kewajiban terhadap Tuhanmu, dan engkau mempunyai kewajiban terhadap dirimu sendiri, dan engkau mempunyai kewajiban terhadap keluargamu, dan engkau mempunyai kewajiban terhadap orang-orang yang bertamu kepadamu, maka tunaikanlah kewajiban itu kepada haknya masing-masing. berbuat baiklah kepada sesama makhluk Allah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu  janganlah cita-cita yang sedang kamu jalani itu untuk membuat kerusakan di muka bumi dan berbuat jahat terhadap makhluk Allah. Termasuk orang yang mempunyai profesi sebagai pendidik dapat bertanggungjawab atas amanah yang diberikan.

         Proses belajar mengajar secara sederhana dapat diartikan sebagai kegiatan interaksi dan saling memengaruhi antara pendidik dan peserta didik, denga fungsi utama pendidik memberikan materi pelajaran atau sesuatu yang memengaruhi peserta didik, sedangkan peserta didik menerima pelajaran, pengaruh atau sesuatu yang diberikan oleh pendidik. Pengertian proses belajar mengajar dalam arti sederhana dapat dipahami dari beberapa ayat surat Luqman/31: 12 dan hadits dibawah ini.

ôs)s9ur $oY÷s?#uä z`»yJø)ä9 spyJõ3Ïtø:$# Èbr& öä3ô©$# ¬! 4 `tBur öà6ô±tƒ $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî ÓÏJym ÇÊËÈ  

Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".

         Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Al-Asy'as, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Luqman adalah seorang budak dari negeri Habsyah (Abesenia) dan seorang tukang kayu. Qatadah telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Zubair yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Jabir ibnu Abdullah, "Sampai seberapakah pengetahuanmu tentang Luqman?" Jabir ibnu Abdullah menjawab, bahwa Luqman adalah seorang yang berperawakan pendek, berhidung lebar (tidak mancung) berasal dari Nubian. Yahya ibnu Sa'id Al-Ansari telah meriwayatkan dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa Luqman berasal dari daerah pedalaman Mesir (berkulit hitam) dan berbibir tebal. Allah telah memberinya hikmah, tetapi tidak diberi kenabian. Al-Auza'i mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Harmalah yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki berkulit hitam datang kepada Sa'id ibnul Musayyab meminta-minta kepadanya. Maka Sa'id ibnul Musayyab menghiburnya, "Jangan kamu bersedih hati karena kamu berkulit hitam, karena sesungguhnya ada tiga orang manusia yang terbaik berasal dari bangsa kulit hitam, yaitu Bilal, Mahja' maula Umar ibnul Khattab, dan Luqmanul Hakim yang berkulit hitam, berasal dari Nubian dan berbibir tebal." Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Abul Asy-hab, dari Khalid Ar-Rab'i yang mengatakan bahwa Luqman adalah seorang budak Habasyah, seorang tukang kayu. Majikannya berkata kepadanya, "Sembelihkanlah kambing ini buat kami!" Maka Luqman menyembelih kambing itu. Lalu si majikan berkata, "Keluarkanlah dua anggota jeroannya yang paling baik." Maka Luqman mengeluarkan lidah dan hati kambing itu, sesudah itu Luqman tinggal selama masa yang dikehendaki oleh Allah. Kemudian majikannya kembali memerintahkannya, "Sembelihkanlah kambing ini buat kami!" Maka Luqman menyembelihnya, dan si majikan berkata kepadanya, "Keluarkanlah dua anggota jeroannya yang paling buruk," maka Luqman mengeluarkan lidah dan hati kambing itu. Si majikan bertanya kepadanya, "Aku telah memerintahkan kepadamu untuk mengeluarkan dua anggota jeroannya yang terbaik, dan kamu mengeluarkan keduanya. Lalu aku perintahkan lagi kepadamu untuk mengeluarkan dua anggotanya yang paling buruk, ternyata kamu masih tetap mengeluarkan yang itu juga, sama dengan yang tadi." Maka Luqman menjawab, "Sesungguhnya tiada sesuatu anggota pun yang lebih baik daripada keduanya jika keduanya baik, dan tiada pula yang lebih buruk daripada keduanya bila keduanya buruk."

         Dan dalam hadits yang artinya “ Ketika kami sedang duduk di samping Rasulullah Saw, tiba-tiba datang kepada kami, seorang laki-laki yang sangat putih bajunya, sangat hitam rambutnya. Ia tidak diketahui bekas kedatangannya, dan tidak ada pula diantara kami yang mengenalnya. Laki-laki itu kemudian duduk di hadapan Nabi Saw, sambil menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut Nabi, meletakkan kedua telapak tangannya pada paha Nabi, dan kemudian berkata: “Ceritakanlah kepadaku tentang Islam!’ Rasulullah SAW berkata” Islam (maksudnya rukun Isam) adalah engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan selain Allah, bersaksi bahwa Nabi Muhammad utusan Allah, engkau mendirikan shalat, membayarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, serta menunaikan Ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu menuju kepadanya, Laki-laki itu kemudian berkata;’Engkau benar.’ Apa yang terjadi pada nabi itu, mengherankan kami. Orang itu bertanya, dan sekaligus membenarkannya. Laki –laki itu berkata lagi;’ ceritakanlah kepada kami tentang Iman (maksudnya rukun Iman).’Nabi berkata: bahwa iman (rukun Iman itu) adalah engkau percaya kepada Allah, para malaikatNya. Kitab-kitabNya, para rasulNya, hari akhir, serta percaya kepada keputusan (takdir) dari tuhan, yang baik atau yang buruk. Laki-laki berkata: Engkau benar. Kemudian laki-laki itu berkata lagi;’Ceritakanah kepadaku (tentang Ihsan).’ Nabi menjawab: Ihsan adalah melaksanakan ibadah karean Allah seolah-olah engkau melihaNya dan jika engkau tidak melihatNya maka sesungguhnya ia melihatmu. Laki-laki itu berkata lagi: ceritakanlah kepadaku tentang al-sa’ah (kiamat) Nabi menjawab; ‘ Bahwa permasalahan kiamat yang dtanyakan itu lebih diketahui oleh orang yang bertanya’ kemudian laki-laki itu berkata lagi: Ceritakanlah kepadaku tentang tanda-tandanya?’ Nabi menjawab, ‘ Bahwa tanda-tanda kiamat tersebut, apabila seorang budak telah memerintah majikanya, sudah terlihat orang-orang yang saling mendahului dan ingin merasa lebih hebat sebagai rasa kesombongan, yang ditandai dengan saling meninggikan banguna.’ Kemudia nabi pergi sambil kelelahan. Kemudian berkata:’hai umar apakah kamu tahu siapakah orang yang bertanya itu?’Umar berkata:’Bahwa Allah dan RasulNya lebih mengetahuinya, Nabi berkata:’bahwa sesungguhnya orang itu adalah Jibril a.s. ia datang mengajarkan agama untukmu sekalian. (HR. Muslim dari Umar)[12]

         Banyak kisah-kisah dalam al-Qur’an yang berkaitan erat dengan pendidikan karena merupakan sebuah interaksi yang mengandung unsur-unsur pendidikan di dalamnya. Interaksi pendidikan dalam kisah luqman dalam al-Qur’an diformulasikan dari muatan materi yang diajarkan oleh masing-masing pelaku pendidikan dalam interaksinya dengan anak didiknya. Firman Allah dalam surat luqman/31: 13-15

øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$$Î/ ( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã ÇÊÌÈ   $uZøŠ¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷ƒyÏ9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çmBé& $·Z÷dur 4n?tã 9`÷dur ¼çmè=»|ÁÏùur Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& öà6ô©$# Í< y7÷ƒyÏ9ºuqÎ9ur ¥n<Î) 玍ÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ   bÎ)ur š#yyg»y_ #n?tã br& šÍô±è@ Î1 $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ ÖNù=Ïæ Ÿxsù $yJßg÷èÏÜè? ( $yJßgö6Ïm$|¹ur Îû $u÷R9$# $]ùrã÷ètB ( ôìÎ7¨?$#ur Ÿ@Î6y ô`tB z>$tRr& ¥n<Î) 4 ¢OèO ¥n<Î) öNä3ãèÅ_ötB Nà6ã¥Îm;tRé'sù $yJÎ/ óOçFZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÎÈ  

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

         Menurut Quraish Shihab, asbabun nuzul surat luqman ayat 13 ialah ketika Rasulullah menyampaikan ayat 82 surat al-An’am yang mengisahkan penyesalan orang-orang musyrik akibat kemusyrikannya, para sahabat merasa kesulitan untuk menghindari keimanan dari kezaliman. Kemudian Rasulullah membacakan ayat yang baru turun ini yang mengisahkan cara luqman mengantisipasi putranya agar tidak syirik. Wasiat luqman kepada anaknya. Pertama, luqman berwasiat agar anaknya menyembah Allah semata dan tidak menyekutukanNya dengan siapapun. Kemudian luqman berkata memperingatkan si anak, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) benar-benar kezaliman yang besar. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi bersabda,” Ajarkanlah kepada anak-anak kalian pada permulaan bicaranya ucapan Lailaha illallah dan ajarilah ia agar di akhir hayatnya mengucapkan lailahaillallah.” Pembahasan tersebut menunjukan bahwa pendidikan tauhid haruslah dicamkan kepada anak-anak di usia dini. Dari memperdengarkan kalimat-kalimat Allah, menunjukan kuasa Allah yang ada di sekitarnya serta menanamkan keesaan Allah. Bahwa Allahlah tuhan manusia dan tidak ada tuhan selain Allah Swt. Hal tersebut merupakan bekal yang hakiki dari orang tua kepada anak, agar tujuan anak di dunia bukan ter-mindset untuk mencari kesuksesan dunia semata, namun juga berlandaskan iman dan ketauhidan bahwa segala sesuatu haruslah disandarkan kepada Allah Swt.[13]               

Para mufasir berpendapat bahwa surah luqman ayat 14-15 diturunkan berkaitan dengan Sa’ad bin Abi Waqas ketika masuk Islam. Adapun nama ibunya yakni Hammah binti Abi Sufyan bin Umayyah. Sedangkan pokok-pokok ajaran yang terkandung dalam surah luqman terdiri dari : pertama, keimanan kepada Allah Swt, para Nabi, dan hari kiamat. Terkait dengan keimanan kepada Allah, dijelaskan pula kekuasaan Allah yang meliputi apa yang ada dilangit dan dibumi kedua, kisah luqman merupakan potret orang tua dalam mendidik anaknya dengan ajaran keimanan. Dengan pendidikan persuasive,luqman dianggap sebagai profil pendidik bijaksana, sehingga Allah mengabadikannya dalam al-Qur’an dengan tujuan agar menjadi pelajaran (‘ibrah ) bagi para pembacanya (khususnya para calon guru). Ketiga, karakteristik manusia pembangkang. Allah menjelaskan tipe manusia pembangkang terhadap perintahNya, sehingga akhirnya mereka tidak mau mendengarkan al-Qur’an.[14] Pendidikan bukan sekedar membuat peserta didik dan warga belajar menjadi sopan, taat, jujur, hormat, setia, berjiwa sosial dan sebagainya. Tidak juga bermaksud hanya membuat tahu ilmu pengetahuan, teknologi dan seni serta mampu mengembangkannya. Pendidikan merupakan bantuan kepada peserta didik dan warga belajar dengan penuh kesadaran, baik dengan alat atau tidak, dalam kewajiban mengembangkan dan menumbuhkan diri untuk meningkatkan kemampuan serta peran dirinya sebagai individu dan anggota masyarakat.[15]Penulis memahami  dalam surat luqman ayat 13-15 bahwa orang tua di rumah adalah sebagai pendidik bagi anak-anaknya.

Dalam surat luqman/31: 16, luqman mengajarkan akhlaq terpuji kepada Allah.

¢Óo_ç6»tƒ !$pk¨XÎ) bÎ) à7s? tA$s)÷WÏB 7p¬6ym ô`ÏiB 5AyŠöyz `ä3tFsù Îû >ot÷|¹ ÷rr& Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÷rr& Îû ÇÚöF{$# ÏNù'tƒ $pkÍ5 ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# ì#ÏÜs9 ׎Î7yz ÇÊÏÈ  

 (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui.

 

         Wahai anakku, sesungguhnys kebaikan dan keburukan manusia, meskipun sekecil biji sawi dan berada pada tempat yang paling tersembunyi sepeti di balik karang, di langit atau di bumi. Allah pasti akan menampakan dan memperhitungkannya. Sesungguhnya Allah maha halus tak ada sesuatupun yang tersembunyi dariNya; maha tahu yang mengetahui hakikat segala hal. Sebagai orang tua yang mendidik anak, sejak dini diberikan penjelasan bahwa setiap perbuatan yang dilakukan oleh umat manusa, pasti diketahui oleh Allah meskipun dalam kondisi bersembunyi di gua, atau tempat-tempat tersembunyi lainnya. Karena Allah Maha Halus (Zat ghaib). Sesudah kehidupan dunia, manusia akan hidup selamanya di alam akhirat, pada hari pembalasan tiap-tiap orang akan dibalas perbuatannya sesuai dengan amalan yang ia kerjakan selama hidup di dunia. Amal kebaikan akan dibalas dengan pahala yang berlipat ganda dan surga sebagai jaminan kebikan dan ridhanya. Sedangkah kejahatan akan diberi ganjaran dengan siksa yang setimpal dengan dosanya dan nerakalah yang pantas bagi orang yang ingkar.[16]

Jadi seorang bapak bertanggung terhadap pendidikan anak-anak termasuk anak harus memperoleh pendidikan di rumah.

Luqman mengajarkan shalat pada umur 7 tahun sesuai firman Allah dalam surat luqman/31: 17

¢Óo_ç6»tƒ ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# ÷ŽÉ9ô¹$#ur 4n?tã !$tB y7t/$|¹r& ( ¨bÎ) y7Ï9ºsŒ ô`ÏB ÇP÷tã ÍqãBW{$# ÇÊÐÈ  

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).

 

         Amal Ibadah yang utama ialah shalat, sebagai pernyataan mengabdi kepada Allah dan ikhlas hati menyembahnya. Bahkan sebagai ungkapan terim kasih dan syukur kepada Allah atas nikmat yang tidak terhitung banyaknya. Selain itu, faedah shalat ialah untuk membersihkan jiwa dan menghubungkan hati kepada Allah serta mengingatNya. Dengan demikian shalat itu akan mencegahmanusia berbuat dosa dan yang keji-keji.kemudian menyuruh dengan makruf dan melarang dari yang mungkar. Serta berhati sabar dan tabah atas segala cobaan yang menimpa. Abu Daud (no. 495) dan Ahmad (no. 6650) telah meriwayatkan dari Amr bin Syu’aib, dari bapaknya dari kakeknya, dia berkata, “ Rasulullah saw. Bersabda: “Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka saat usia sepuluh tahu. Dan pisahkan tempat tidur mereka.”( Disahihkan Oleh al-Albany dalam Irwa’u ghalil, no. 247).

         Orang tua memiliki kewajiban untuk mengajarkan shalat kepada anak. Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Daud anak dituntun shalat ketika anak berusia tujuh tahun, dengan tetap mempelajari al-Qur’an sesuai kadar kesanggupan dan kemampuannya. Proses pembelajaran ini harus di bawah bimbingan kedua orang tua atau orang-orang yang shaleh. Shalat merupakan tiang agama dan sebagai penolak dari keburukan dan juga kemungkaran. Shalat wajib ditegakan untuk seluruh umat Islam yang akan dihisab dan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Oleh sebab itu, agar seorang muslim tidak meremehkan shalat, maka anak dididik sejak dini untuk melaksanakan dan menegakan shalat.[17]

!$tBur $uZù=yör& ÆÏB y7Î=ö6s% žwÎ) Zw%y`Í ûÓÇrqœR öNÍköŽs9Î) 4 (#þqè=t«ó¡sù Ÿ@÷dr& ̍ø.Ïe%!$# bÎ) óOçGYä. Ÿw tbqçHs>÷ès? ÇÍÌÈ   ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ ̍ç/9$#ur 3 !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍköŽs9Î) öNßg¯=yès9ur šcr㍩3xÿtGtƒ ÇÍÍÈ  

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahua jika kamu tidak mengetahui, keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,

         Surat An-Nahl adalah surat ke-16 dalam Al-Qur’an, surat ini terdiri dari 128 ayat, dan termasuk surat Makkiyah, surat ini dinamakan An-Nahl yang berarti lebah karena mengisahkan lebah. Lebah adalah makhluk Allah yang banyak memberi manfaat dan kenikmatan kepada manusia. Ada persamaan antara madu yang dihasilkan oleh lebah dengan Al-Quran Al-Karim. Madu berasal dari bermacam-macam sari bunga dan ia menjadi obat bagi bermacam-macam penyakit manusia. Sedangka Al-Quran mengandung intisari dari kitab-kitab yang telah diturunkan kepada nabi-nabi zaman dahulu, ditambah dengan ajaran-ajaran yang diperlukan oleh semua bangsa sepanjang masa untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Surat ini dinamakan pula An-Ni’am, yang artinya nikmat-nikmat karena di dalamnya Allah menyebutkan berbagai macam kenikmatan yang diperuntukkan hamba-hamba-Nya.

         Isi kandungan dalam surat ini meliputi keimanan hukum dan kisah. Dari aspek iman ayat ini menjelaskan tentang kemahaesaan Allah, kekuasaan-Nya, kesempurnaan ilmu-Nya, kepastian akan adanya hari akhir, pertanggungan jawab manusia kepada Allah terhadap segala yang telah dikerjakannya. Dari aspek hukum, surat ini berbicara tentang halal haramnya suatu makanan dan minuman, dibolehkannya memakai perhiasan yang berasal dari dalam laut seperti merjan dan mutiara, dibolehkannya memakan makanan yang diharamkan dalam keadaan terpaksa, kulit dan bulu binatang dari hewan yang halal dimakan, kewajian memenuhiperjanjian dan larangan mempermainkan sumpah larangan membuat hukum yang tidak ada dasarnya, perintah memabaca isti’aadzah, larangan memalas siksa melebihi siksaan yang diterima.

         Kata “ahl dzikr” pada ayat diatas menunjukkan pada ulama yang berasal dari kalangan pemuka Yahudi dan Nasrani. Mereka adalah orang-orang yang dapat memberi informasi tentang kemanusiaan para rasul yang di utus Allah. Mereka wajar ditanyai karena mereka tidak dapat dituduh berpihak pada informasi Al-Quran. Sebab, mereka termasuk yang tidak mempercayainya, kendatipun persoalan kemanusiaan para rasul mereka akui.

Sebagian lain, kata “ahl dzikr” pada ayat diatas dipahami seagai sejarawan, baik muslim atau non-muslim. Walaupun penggalan ayat ini turun dalam konteks tertentu, yakni ojek pertanyaan, serta siapa yang ditanya tertentu pula, namun karena redaksinya yang bersifat umum, ia dapat dipahami sebagai perintah bertanya apa saja yang tidak diketahui atau diragukan kebenarannya kepada siapapun yang tahu dan tidak tertuduh objektivitasnya.

         Penyebutan anugerah Allah kepada Nabi Muhammad Saw, secara khusus, dan bahwa yang dianugerahkan-Nya itu adalah “adz-dzikr” Hal ini mengesankan adanya perbedaan kedudukan beliau dengan para nabi dan para rasul sebelumnya. Dalam konteks ini, Nabi Muhammad Saw. Bersabda: “Tidak seorang nabi pun keuali telah dianugerahkan Allah apa (bukti-bukti indrawi) yang menjadikan manusia percaya padanya. Sesungguhnya aku anugerahi wahyu (Al-Quran) yang bersifat immaterial dan kekal sepanjang masa, maka aku berharap menjadi yang paling banyak mengikutinya dihari kemudian.”

         Ayat ini juga menugaskan Nabi Muhammad Saw, untuk menjelaskan Al-Quran, bayan atau penjelasan Nabi Muhammad Saw, itu bermacam-macam dan bertingkat-tingkat. Memang, As-sunah mempunyai fungsi berhuungan dengan Al-Quran dan pembinaan hukum syariat. Ada dua fungsi penjelasan Nabi Muhammad Saw, berkaitan dengan Al-Quran Bayan Ta’kid dan Bayan Tafsir. Fungsi pertama sekedar menguatkan atau menggaris bawahi kembali apa yang terdapat dalam Al-Quran. Fungsi kedua untuk memperjelas, merinci bahkan membatasi pengertian lahir dari ayat-ayat Al-Qran. Menurut As Suyuthi dalam tafsir al Jalalain “ahl dzikr” ditafsirkan seagai “ulama yang memahami kitab Taurat dan Injil” ibnu katsir menjelaskan hal senada bahwa yang dimaksud dengan “ahlu al dzikr” adalah ahli kita sebelum Muhammad Saw. Dalam tafsir Departemen agama kata “ahludz dzikr” ditafsirkan dengan orang yang mempunyai pengetahuan tersebut adalah Rasulullah Saw, dan ulama dari berbagai kurun waktu. Dalam konteks pendidikan islam, seorang pendidik harus memiliki kompetensi yang memadai di bidang ilmu Al-Quran yang menjadi sumber ajaran islam. Hal ini bisa dipahami selaras dengan isyarat yang terdapat pada ayat 44. Ayat 44 juga mengandung makna bahwa seorang pendidik berfungsi menjelaskan hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Quran, yang didalamnya dibedakan antara halal dan haram, sementara peserta didik harus mengamil pelajaran darinya. Fungsi ini menjadi penting dimiliki oleh seorang pendidik karena, pada dasarnya, manusia terlahir ke dunia dalam keadaan tidak memiliki pengetahuan apapun. Seorang pendidik dituntut untuk mampu mengembangkan potensi yang dianugerahkan Allah kepada peserta didik.

         Berkaitan dengan subyek pendidikan, seorang guru dalam perannya sebagai “ahli al-dzikr” berfungsi sebagai orang yang mengingatkan para peserta didik dari peruatan yang melanggar larangan Allah dan Rasul-Nya. Seorang pendidik juga harus mendalami ajaran-ajaran yang berasal dari Tuhan yang terdapat dalam berbagai kitab yang pernah diturunkan-Nya kepada Nabi dan Rasul-Nya, sejak dulu hingga sekarang. Sebagai “ahli al-dzikr”, ia harus menari titik persamaan antara ajaran yang terdapat di dalam beragai kitab tersebut untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.[18]Unsur-unsur pendidikan sebenarnya dimulai semenjak manusia itu terlahir ke bumi ini. Seperti firman Allah Swt dalam surat An-Nahl/16: 78 yang artinya:

ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«øx© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur   öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ          

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur

            Faktor internal maupun factor eksternal sangat besar pengaruhnya terhadap perkemangan dan pertumbuhan, serta pementukan karakter peserta didik dalam dinamika pembentukan potensi yang tersemunyi dalam diri seseorang, maka kemudian pendidikan islam mengharuskan melihat berbagai maam persoalan terkait dengan perkemangan zaman dewasa ini. Secara kodrati manusia terlahir dalam keadaan yang tidak tahu menahu tentang semua yang ada di muka bumi ini, akan tetapi dengan proses pertumuhan dan perkembangan peserta didik anyak dikenalkan dengan berbagai macam hal, mulai dari pengalaman individu, proses transformasi budaya, sampai pada persoalan teologi, apakah peserta didik mau dijadikan majusi, nasrani, factor eksternal yang kemudian membentuknya. Perlu disadari bahwa nilai-nilai apapun yang akan disampaikan oleh pendidikan islam tidak lepas dari peran teologi yang merupakan inti agama. Oleh karena itu, bila ada keinginan untuk merekonstruksi pendidikan islam dalam arti nilai yang akan disampaikan dalam era pluralisme, maka idang teologi inilah yang segera mendapatkan perhatian. Pemahaman teologi apapun, termasuk islam, masih berkutat masalah truth claim (klaim, kebenaran) untuk dirinya sendiri, sehingga nilai-nilai yang ditimbulkan oleh pihak lain diluar agamanya adalah salah. Maka dalam konteks pendidikan khususnya pendidikan Islam reformasi epistemology islam dalam dunia pendidikan sangat penting     dilakukan demi menghasilkan pendidikan yang bermutu dan yang mencerdaskan terlebih dalam krisis kekinian yang menyangkut pengetahuan dan pendidikan islam saat ini. Krisis yang terjadi dalam dunia pengetahuan dan pendidikan islam saat ini menyebabkan tradisi keilmuan menjadi eku dan stagnan, sehingga pendidikan islam dewasa ini masih belum mampu menunjukkan perannya secara optimal.[19]

      Pendidik dalam Pendidikan Islam merupakan orang yang mempunyai konsep berpikir yang bersifat mendalam dan terperinci tentang masalah kependidikan yang bersumber dari ajaran Islam. Berbagai konsepsi dan hipotesa yang berasal dari pandangan agama Islam dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang diungkapkan oleh para sahabat atau ulama sebagai sumber bahan penganalisaan bagi pembentukan karakter. Hakikat dari pendidikan Islam adalah proses membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak didik agar menjadi manusia dewasa sesuai dengan tujuan pendidikan Islam. Firman Allah SWT dalam surat Ali Imran/3: 102:

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qà)®?$# ©!$# ¨,ym ¾ÏmÏ?$s)è? Ÿwur ¨ûèòqèÿsC žwÎ) NçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B ÇÊÉËÈ  

 Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”.

 

      Dan untuk membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak didik tersebut diperlukan wasilah yang sering disebut dengan guru, pendidik, muallim, muaddib dan lain-lain.[20] Dwi Nugrhoho Hidayanto menginventarisasi pendidik meliputi orang dewasa, orangtua, guru, pemimpin masyarakat dan pemimpin agama. Wens Tanlain, dkk., sebagaimana dikutip Ahmad D. Marimba, mengemukakan, bahwa secara umum dikatakan setiap orang dewasa dalam masyarakat dapat menjadi pendidik, sebab pendidikan merupakan suatu perbuatan sosial, perbuatan fundamental yang menyangkut kebutuhan perkembangan pribadi anak didik sendiri memiliki beberapa karakteristik yaitu mempunyai individualitas yang utuh, mempunyai sosialitas yang utuh, mempunyai norma kesusilaan dan nilai-nilai kemanusiaan dan bertindak sesuai dengan norma dan nilai-nilai itu atas tanggung jawab sendiri demi kebahagiaan dirinya sendiri dan kebahagiaan masyarakat atau orang lain.[21] Yang bias diharapkan dan diinginkan dari seorang pendidik muslim minimal adalah penampilannya yang Islami, yang menunjukan sikap yang sesuai dengan syari’at Islam. Oleh itu, hendaknya ucapan, perbuatan serta akhlaknya sesuai dengan ruh Islam dan undang-undang. Antara lain:

1. Diantara identitas yang diketahui bahwa si pendidik adalah seorang

muslim seperti: menutup aurat dengan memakai busana muslimah untuk pendidik akhwat.

        Para ibu guru/dosen atau ustadzah tidak patut berdakwah, menyeru para anak didiknya untuk taat kepada Allah, padahal dia sendiri dengan terang-terangan telah berbuat maksiat kepada Allah dengan tidak memakai jilbab dan membuka auratnya. Oleh karena itu untuk para pendidik muslimah hendaklah pertama kali taat kepada Allah dengan memakai jilbab yang benar dan sesuai dengan aturan Islam. Hendaklah para pendidik muslimah membuang jauh-jauh serta mengesampingkan perhiasan-perhiasan diri yang tidak boleh tamapk, apalagi sampai berpakaian ketat, tipis dan pendek sehingga auratnya dapat jelas terlihat. Dalam al-Qur’an surat An-Nur/24: 31 dijelaskan

@è%ur ÏM»uZÏB÷sßJù=Ïj9 z`ôÒàÒøótƒ ô`ÏB £`Ïd̍»|Áö/r& z`ôàxÿøtsur £`ßgy_rãèù Ÿwur šúïÏö7ム£`ßgtFt^ƒÎ žwÎ) $tB tygsß $yg÷YÏB ( tûøóÎŽôØuø9ur £`Ïd̍ßJ胿2 4n?tã £`ÍkÍ5qãŠã_ ( Ÿwur šúïÏö7ム£`ßgtFt^ƒÎ žwÎ)  ÆÎgÏFs9qãèç7Ï9 ÷rr&  ÆÎgͬ!$t/#uä ÷rr& Ïä!$t/#uä  ÆÎgÏGs9qãèç/ ÷rr&  ÆÎgͬ!$oYö/r& ÷rr& Ïä!$oYö/r&  ÆÎgÏGs9qãèç/ ÷rr& £`ÎgÏRºuq÷zÎ) ÷rr& ûÓÍ_t/  ÆÎgÏRºuq÷zÎ) ÷rr& ûÓÍ_t/ £`ÎgÏ?ºuqyzr& ÷rr& £`Îgͬ!$|¡ÎS ÷rr& $tB ôMs3n=tB £`ßgãZ»yJ÷ƒr& Írr& šúüÏèÎ7»­F9$# ÎŽöxî Í<'ré& Ïpt/öM}$# z`ÏB ÉA%y`Ìh9$# Írr& È@øÿÏeÜ9$# šúïÏ%©!$# óOs9 (#rãygôàtƒ 4n?tã ÏNºuöqtã Ïä!$|¡ÏiY9$# ( Ÿwur tûøóÎŽôØo £`ÎgÎ=ã_ör'Î/ zNn=÷èãÏ9 $tB tûüÏÿøƒä `ÏB £`ÎgÏFt^ƒÎ 4 (#þqç/qè?ur n<Î) «!$# $·èŠÏHsd tmƒr& šcqãZÏB÷sßJø9$# ÷/ä3ª=yès9 šcqßsÎ=øÿè? ÇÌÊÈ  

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

2.   Untuk para pendidik muslim (ikhwan) sebaiknya memelihara jenggot

serta memotong dan merapihkan kumis, sesuai dengan yang disunnahkan Nabi Saw dalam sabdanya:

Janganlah Anda meremehkan perbuatan ma’ruf yang sekecil-kecilnya, walaupun itu hanya berwajah ceria ketika bertemu dengan kawan (HR. Muslim).[22] Seorang pendidik, baik laki-laki maupun perempuan, berkewajiban untuk menasehati hal-hal yang bermanfaat bagi masa depan anak didiknya. Hal yang sama juga menjadi kewajiban orangtua anak didik yang bersangkutan. Seorang pendidik dapat saja menuliskan nasihatnya di papan tulis, agar anak didiknya bias mencatatnya dalam bukunya. Setelah menuliskan nasihatnya, si pendidik juga bias menjelaskannnya kembali pada anak didiknya. Dengan cara yang sama, anak didik juga dapat menghafal apa yang disampaikan pendidiknya. Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a yang menuturkan bahwa suatu saat ia dibonceng oleh Rasulullah. Kala itu Rasulullah Saw berpesan pada Ibnu Abbas sebagai berikut:”Anakku, aku akan mengajarkan beberapa hal berikut: Jagalah Allah, maka Dia akan menjagamu; Jagalah Allah, maka kamu akan mendapati Allah ada di hadapanmu; Jika kamu meminta, maka memintalah kepada Allah. Begitu pula jika kamu meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan pada Allah; ketahuilah, anda seluruh umat manusia bersepakat untuk membantumu, mereka tidak akan dapat membantumu kecuali bila apa yang mereka bantu itu telah ditetapkan oleh Allah. Sebaliknya, andai mereka bersepakat untuk tidak membantumu, maka mereka tetap tidak akan dapat mencelakaimu kecuali atas kehendak Allah. Kala itulah pena pencatat amal tidak dipergunakan lagi dan buku catatan amal juga telah mongering dari tinta pena.”(HR. At-Tirmidzi).[23]

         Proses pendidikan adalah rangkaian tindakan yang sistematik, berurutan, dan terencana terdiri dari dua operasi utama yang interdependen, pengajaran dan pembelajaran, yang membentuk siklus tanpa terputus. Proses ini juga melibatkan dua pemain interdependen, pengajar dan peserta didik. Secara bersama-sama mereka melakukan kegiatan belajar dan mengajar yang hasilnya berupa perubahan perilaku yang dikehendaki oleh kedua belah pihak yang mendorong pertumbuhan peserta didik dan mendorong, harus diakui, pertumbuhan pengajar. Dengan demikian proses pendidikan harus selalu menjadi pendekatan partisipatif pada pengajaran dan pembelajaran. Proses pendidikan selalu dibandingkan dengan proses keperawatan dan memang demikian, karena setiap langkah dari setiap proses berjalan bersamaan satu sama lain, tetapi fokus yang berbeda. Proses pendidikan seperti proses keperawatan, terdiri dari unsur-unsur dasar pengkajian, perencanaan, penerapan dan evaluasi.[24] Dari sekian masalah yang menjadi fokus kajian Al-Qur’an adalah pendidikan. Melalui bukunya yang berjudul Islamic Education:  Qur’anic Outlook, Salih Abdullah Salih sampaipada kesimpulan bahwa Al-Qura’an adalah “Kitab Pendidikan”. kesimpulannya ini didasarkan padabeberapa alasan sebagai berikut. Pertama, dilihat darisegi surah yang pertama kali diturunkan adalah surah yang berkaitan dengan pendidikan yaitu surah Al-Alaq (96) :1-5. Surah tersebut artinya “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. Menurut H. M.Quraish Shihab, bahwa kata iqra’ terambil dari kata qara’a yang berarti menghimpun. Dari kegiatan iqra dalam arti menghimpun inilahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik tertulis maupun tidak. Kedua dilihat dari segiasalnya,bahwa Al-Quran berasal dari Allah yang dalam beberapa sifatnya DIA memperkenalkan diri-Nya sebagai pendidik. Didalam surah Al-Fatihah ayat 2 dinyatakan:

ßôJysø9$# ¬! Å_Uu šúüÏJn=»yèø9$# ÇËÈ  

  Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

 

   Kata Rabb yang terdapat pada ayat kedua surat Al-fatihah sebagaimana dikemukakan para ahli adalah berasal dari kata tarbiyah yang berarti pendidikan. Imam Al-Maraghi ketika menafsirkan ayat tersebut menyatakan, bahwa Rabb adalah Al-Sayyid, Al-Murabbi al-ladzi yasusu man yurabbihi wa yudabbiru syu’unahu yang artinyasebagai pemelihara dan pendidik yang membimbing orang yang di didiknya dan memikirkan keadaan perkembangannya. Dilihat dari segi kandungannya, pendidik yang diberikan Allah kepada umat manusia itu terbagi dua, pertama pendidikan yang bersifat fisik keduniaan (khalqiyah) yang ditandai dengan pertumbuhan fisik hingga menjadi dewasa, pendidikan jiwa dan akalnya. Kedua pendidikan agama dan akhlak yang disampaikan kepada setiap individu yang dapat mendorong manusia mencapai tingkat kesempurnaan akal dan kesucian jiwanya. Ketiga, dilihat dari segi pembawaanya yaitu Nabi Muhammad SAW, juga telah tampil sebagai pendidik, Rasulullah SAW ang dalam hal ini bertindak sebagai penerima Al-Quran bertuga untuk menyampaikan petunjuk-petunjuk Al-Quran, menyucikan dan mengajarkan manusia (QS. Al-jumu’ah (62): 2). Menyucikan dapat diidentikan dengan mendidik. Adapun mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak didik dengn pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisika serta fisika. Keempat, dilihat dari segi namanya, terdapat sejumlah nama Al-Quran. Nama tersebut adalah Al-Quran dan kitab. Al-Quran secara harfiah berarti bacaan atau yang di baca. Adapun al-Kitab secara harfiah berarti tulisan atau yang ditulis. Membaca dan menulis adalah dua macam keterampilan yang sangat diperlukan bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Kelima, dilihat dari segi misi utamanya,  Al-Quran membawa misi utama tentang pembinaan ahlak mulia, dalam hubungan ini Fazlur Rahman mengatakan , “Secara eksplisit kami telah menyatakan bahwa dasar ajaran Al-Quran ialah moralyang emamncarkan titik beratnya pada momoteisme dan keadilan social.” Hukum moral tidak dapat diubah. Ia merupakan perintah tuhan, manusia tidak dapat membuat hokum moral, bahkan ia sendiriharus tunduk kepadanya, ketundukan itu disebut Islam dan perwujudannya dalam kehidupan disebut ibadah atau pengamdian kepada Allah SWT. Halini disebabkan karna tekanan utama Al-Quran terletak pada hukum moral. Adapun norma dan akhlak yang mulia menjadi jiwa pendidikan islam.[25] Sebagai seorang yang dipersiapkan menjadi rasul, melalui perintah iqra Nabi Muhammad SAW diarahkan untuk memiliki kematangan berpikir dan memiliki wawasan pengetahuan yang mendalam guna meraih kesuksesan dalam menyampaikan misi kerasulan dan dakwah Islamiyah. Terlebih lagi saat itu Nabi Saw genap usia 40 tahun yang secara ukuran kronologis merupakan usia yang telah memiliki kesiapan dan kedewasaan dalam mengajak dan membimbing umat manusia untuk meyakini dan mengamalkan ajaran Islam. Perintah iqra yang mengandung makna kemampuan untuk membaca, baik yang tersurat maupun tersirat dari seluruh perihal di alam semesta ini, sangatlah tepat diberikan Allah pada saat Nabi SAW berusia 40 tahun. Hal ini menunjukan, bahwa Allah telah memberikan perlakuan pola pendidikan orang dewasa terhadap Nabi SAW. Setelah itu Allah membimbing Nabi SAW untuk memiliki kesiapan mental dalam menyampaikan risalah dakwah sekaligus menjadi pendidik di tengah-tengah kehidupan masyarakat mekah. Allah membekali Nabi SAW dengan amal-amal kebajikan yang dapat membentengi rasa takut dari ancaman masyarakat Quraisy sebagai konsekuensi dari berlangsungnya misi dakwah dan pendidikan yang dilakukan. Bimbingan dan bekal diberikan Allah kepada Nabi SAW itu tertera dalam Qs. Al-Muzzammil (73): 1-7

$pkšr'¯»tƒ ã@ÏiB¨ßJø9$# ÇÊÈ   ÉOè% Ÿ@ø©9$# žwÎ) WxÎ=s% ÇËÈ   ÿ¼çmxÿóÁÏoR Írr& óÈà)R$# çm÷ZÏB ¸xÎ=s% ÇÌÈ   ÷rr& ÷ŠÎ Ïmøn=tã È@Ïo?uur tb#uäöà)ø9$# ¸xÏ?ös? ÇÍÈ   $¯RÎ) Å+ù=ãZy šøn=tã Zwöqs% ¸xÉ)rO ÇÎÈ   ¨bÎ) spy¥Ï©$tR È@ø©9$# }Ïd x©r& $\«ôÛur ãPuqø%r&ur ¸xÏ% ÇÏÈ   ¨bÎ) y7s9 Îû Í$pk¨]9$# $[sö7y WxƒÈqsÛ ÇÐÈ 

Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu') dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak).

 

         Ayat di atas memberikan petunjuk, bahwa selaku pendidik dan penyeru dakwah harus menggunakan sebagian waktu malam untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pendekatan diri kepada Allah dengan beribadah di waktu malam merupakan benteng yang dapat memperkukuh keimanan dan kesiapan mental agar tetap tegar menjalankan tugas dan tantangan berat yang dihadapi sebagai pendidik dan pendakwah umat. Allah juga mengingatkan Nabi Saw agar benar-benar bangkit dengan kerja keras dan kesungguhan dalam melaksanakan tugas tersebut melalui firman-Nya dalam Qs. Al-Muddatsir (74): 1-7:

$pkšr'¯»tƒ ãÏoO£ßJø9$# ÇÊÈ   óOè% öÉRr'sù ÇËÈ   y7­/uur ÷ŽÉi9s3sù ÇÌÈ   y7t/$uÏOur öÎdgsÜsù ÇÍÈ   tô_9$#ur öàf÷d$$sù ÇÎÈ   Ÿwur `ãYôJs? çŽÏYõ3tGó¡n@ ÇÏÈ   šÎh/tÏ9ur ÷ŽÉ9ô¹$$sù ÇÐÈ  

Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah,  dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.

         Nabi Saw dibimbing oleh Allah untuk menyampaikan risalah untuk mengagungkan dan mentauhidkan Allah, mensucikan pakaian dari najis yang berbentuk materi maupun nonmateri, mensucikan diri dari maksiat, menghiasi diri dengan akhlak terpuji, tidak pamrih dalam mengajarkan agama, dan bersabar dalam menjalankan kewajiban dan ibadah serta gangguan pihak lain dalam mendakwahkan agama. Bimbingan Allah dalam surat Al-Muddatsir/74: 1-7 ini menunjukan, bahwa Nabi Saw dipersiapkan untuk menjadi pendidik yang siap bekerja keras dengan bekal kematangan fisik, emosional dan spiritual.[26] Profil pendidik atau guru menjadi salah satu yang urgen, karena meski saat sebagian besar guru sudah disertifikasi dan mendapatkan tunjangan sertifikasi, tetapi kinerja guru tidak berjalan seiring dengan hal itu. Empat kompetensi yang telah diperiksa oleh asesor sertifikasi guru, kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi social dan kompetensi profesional tampaknya masih belum terwujud secara nyata. Padahal fungsi guru tidak sekadar mengajar.guru itu fungsinya mengajar, mendidik dan membimbing. Bagaimana bias disebut sebagai guru, kalau sifat-sifat membimbing dan mendidiknya sudah tidak menyatu. Untuk mendukung terwujudnya empat kompetensi tersebut dan memadukan tugas guru sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing wajib rasanya ditambahkan empat hal berikut; bersyukur menjadi pendidik, mendidik sebagai Amanah, mendidik dengan teladan dan mendidik dengan hati

1.      Bersyukur menjadi pendidik

Diceritakan oleh Aisyah RA, bahwa Nabi SAW mengerjakan shalat malam hingga kedua kaki beliau bengkak-bengkak. Akupun bertanya kepada beliau: “Mengapa engkau berbuat demikian yan Rasulullah? Padahal semua dosamu baik yang sudah berlalu mapun yang belum terjadi sudah pasti diampuni?’ beliau menjawab:” Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang banyak bersyukur.”(HR. Al-Bukhari dan Muslim) Perwujudan bersyukur ternyata dilakukan dengan sungguh bagi seorang Nabi yang telah jelas dan pasti terjaga dan terpelihara dari segala perbuatan salah dan dosa. Apalagi kita sebagai manusia biasa tentunya melakukan manifestasi bersyukur lebih dari itu.

2.      Mendidik sebagai Amanah

Amanah adalah sesuatu yang diberikan kepada manusia yang dinilai memiliki kemapuaan untuk mengembannya. Namun, dengan kemampuannya itu manusia juga dapat menyalahgunakan amanah tersebut. Jauhari dalam hidayatullah,menyatakan arti sesungguhnya dari penyerahan amanah kepada manusia adalah Allah SWT percaya bahwa manusia mampu mengemban amanah tersebutsesuai dengan keinginan Allah SWT.[27] Prinsip merupakan hal yang mendasar yang ada dalam suatu konsep atau teori. Maka dari itu, prinsip harus diambil dari dasar pendidikan islam. Pendidikan islam secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu, prinsip system pendidikan islam dan prinsip umum dalam kerangka dasar pendidikan islam. Adapun prinsip-prinsip dalam system pendidikan islam, antara lain sebagai berikut:

1.      Prinsip pendidikan Islam merupakan emplikasi dari karakteristik

(ciri-ciri). Manusia menurut Islam. Ajaran islam mengemukakan tiga macam ciri-ciri manusia yang membedakannya dengan makhluk yang lain yaitu,

a)      Fitrah

Ajaran Islam yang diturunkan Allah melalui Rasul-Nya merupakan agama yang memperhatikan fitrah manusia, maka dari itu pendidikan islam juga harus sesuai dengan fitrah manusia. Dan bertugas mengembangkan fitrah tersebut. Kata fitrah tersebut di isyaratkan dalam firman Allah SWT, sebagai berikut:

óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4

Ÿw Ÿ@ƒÏö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$#  ÆÅ3»s9ur

 uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ  

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,( QS. Ruum (30):30)

b)      Kesatuan roh dan jasad

Manusia tersusun dari dua unsur, yaitu roh dan jasad. Dari segi jasad sebagian karakteristik manusia sama dengan binatang,sama-sama memiliki dorongaan untuk berkembang dan mempertahankan diri serta berketurunan. Namun dari segi roh, manusia berbeda dengan makhluk yang lain. Allah menyempurnakan kejadian manusia dengan meniupkan roh ketika struktur jasad manusia siap untuk menerimanya. Allah berfirman:

#sŒÎ*sù ¼çmçF÷ƒ§qy àM÷xÿtRur ÏmŠÏù `ÏB ÓÇrr (#qãès)sù ¼çms9 tûïÏÉf»y ÇËÒÈ  

                                     Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud (QS; Al-Hijr (15): 29)

      Dengan roh yang ditiupkan ke dalam diri manusia, maka manusia hidup dan berkembang. Roh mempunyai dua daya, daya berpikir yang disebut ‘aql dan daya rasa yang disebut qalb. Denga ‘aql, manusia memperoleh ilmu pengetahuan, memperhatikan dan menyelidiki alam sekitar. Sedangkan denga qalb manusia berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dengan ‘aql manusia juga mengenal adanya Allah,beriman serta beribadah kepada-Nya. Dengan qalb manusia membedakan kebaikan dan kebukan. Maka dari itu, pendidikan islam harus mampu menyeimbangkan antara penggunaan ‘aql dengan qalb,agar manusia dapat mengaktualisasikan potensi ‘aql dan qalb dengan baik, sehingga manusia mampu menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan pendidikan islam, yaitu manusia yang sempurna.

c)      Kebebasan Berkehendak

Kebebasan ebagai karakteristik manusi meliputi berbagai dimensi, seperti kebebasan beragama, berbuat, berpikir, berekspresi dan lain-lain. Sebagaimana dalam firman Allah:

/Iw on#tø.Î) Îû ÈûïÏe$!$# ( s% tû¨üt6¨? ßô©9$# z`ÏB ÄcÓxöø9$# 4 `yJsù öàÿõ3tƒ ÏNqäó»©Ü9$$Î/ -ÆÏB÷sãƒur «!$$Î/ Ïs)sù y7|¡ôJtGó$# Íouróãèø9$$Î/ 4s+øOâqø9$# Ÿw tP$|ÁÏÿR$# $olm; 3 ª!$#ur ììÏÿxœ îLìÎ=tæ ÇËÎÏÈ  

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS: Al-Baqarah (2): 256).

            Menurut Al-Thabari maksud ayat tersebut adalah,pari ahli kitab tidak dipaksa masuk agama islam, jika menyerahkan pajak. Namun dalam konteks pendidikan islam, maka dapat dipahami bahwa pendidikan islam dalam penerapannya tidak boleh mendegradasi atau melarang manusia untuk menggunakan pemikirannya, karena dalam pendidikan islam manusia diberi kebebasan untuk mengembangkan pemikirannya, agar manusia selalu dapat mengembangkan ilmu pengetahuan. Pendidikan islam tidak mengenal adanya pemisahan antara sains dan agama.Penyatuan antara kedua system pendidikan adalah tuntutan aqidah islam.Allah merupakan pencipta alam semesta dan yang menurunkan hukum-hukum yang mengatur penggunaan, pengelolaan dann pelestariannya. Hukum mengenai alamfisik dan secara tidak langsung membaur dengan manusia dinamakan sunnah Allah. Sedangkan pedoman hidup yang diturunkan Allah kepada manusia itu dinamakan din Allah. Keduanya tersebut sama-sama merupakan ayat Allah, yang pertama dinamakan kauniyah sedangkan yang kedua dinamakan tanziliyah. Dalam Al-Qur’an Allah memerintahkan manusia untuk melakukan studi terhadap ayat-ayat-Nya dengan perintah membaca, sebagaimana firman-(QS: Al-Alaq/ 96: 1

ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ 

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. (QS: Al-Alaq (96): 1)

 

            Ayat tersebut memberikan isyarat bahwa manusia disuruh mengembangkan ilmu pengetahuan dengan membaca. Membaca tidak hanya membaca teks akan tetapi juga membaca konteks.Penerapannya, jika digabungkan dengan jenis ayat Allah di atas adalah: proses pengembangan ayat kauniyah menghasilkan studi ilmugeografi, biologi, sosiologi, geologi, astronomi, kedokteran dan ilmu lain sebagainya. Sedangkan pengembangan ayat tanziliyah menghasilkan studi ilmu Al-Qur’ann, ilmu tafsir, ilmu ekonomi.[28]

Dalam Al-Quran Surat Al-Alaq/96: 1-5

ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ   t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ   ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ   Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ  

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-Alaq: 1-5)

     Surat Al-Alaq ini yang terdiri dari 19 ayat ini tergolong surah yang diturunkan di mekkah ( makiyyah), hubungannya dengan surah sebelumnya, yaitu surah at-Tiin adalah pada surah sebelumnya itu dibicarakan tentang penciptaan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, sedangkan dalam surah al-‘Alaq ini dibicarakan tentang penciptaan manusia dari Al-‘Alaq (segumpal darah) hingga nasibnya diakhirat nanti. Dengan demikian, surah Al-Alaq itu tak ubahnya seperti al-syarh wa al-bayan (penjelasan dan keterangan) terhadap keterangan terdahulu.

     Para ahli tafsir pada umumnya sepakat bahwa ayat pertama sampai ayat kelima surah Al-Alaq ini adalah merupakan ayat-ayat yang pertama di turunkan Allah SWT kepada Nai Muhammad SAW,  yaitu pada waktu ia berkhalwat di Gua Hira. berkenaan dengan hal ini, maka ibnu katsir menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAWpertama kali menerima lima ayat dari surah Al-Alaq ini ketika ia sedang ber-tahannust (beriadah) di Gua Hira. Maka pada saat itu malaikat jibril datang kepada Nai Muhammad SAW dan menyuruhnya membaca ayat-ayat tersebut, dan setelah tiga kali malaikat jibril menyuruhnya membaca tersebut, maka barulah Nabi Muhammad SAW dapat membaca kelima ayat tersebut. Pada saat itu Nai Muhammad merasakan sangat berat, berkeringat dan perasaan yang sangat sulit dilukiskan, sehingga ia meminta istrinya, Siti Khadijah untuk menyelimutinya untuk menghilangkan perasaan cemas, kaget dan sebagainya. Maka setelah diselimuti selendang oleh Siti Khadijah  lalu Nai menceritakan perasaan cemas dan takutnya pada Siti Khadijah. Khadijah kemudian berkata, bergembiralah engkau, karena Allah tidak mungkin menyia-nyiakanmu selamanya. Engkau akan mendapatkan kasih sayang-Nya. Engkau adalah orang yang senantiasa enar dalam ucapan, rela menanggung penderitaan, memberi perhatian terhadap orang-orang yang lemah dan selalu menegakkan keenaran. Selanjutnya untuk memperoleh ketenangan dan kebenaran apa yang dialaminya itu, Siti Khadijah mengajak Nabi Muhammad SAW itu bertemu dengan Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abd al- izziy bin Qushai yang merupakan putra pamannya Siti Khadijah atau saudara dari ayahnya Khadijah yang dikenal sebagai orang yang dapat menulis arab dan pernah pla menulis injil dalam bahasa arab. Pada saat itu waraqah sudah sangat tua dan tidak dapat lagi melihat. Khadijah berkata, bahwa apa yang kamu terima itu adalah al-namus (ajaran wahyu) yang pernah diturunkan kepada Nabi Musa a.s dan mudah-mudahan aku masih hidup pada saat engkau oleh kaummu. Nabi Muhammad SAW berkata; apakah mereka itu akan mengusirku? Waraqah menjawab benar. Riwayat tersebut terdapat dalam kitab shahih Bukhari-Muslim.

     Secara harfiah kata qara’ yang terdapat pada ayat tersebut berarti menghimpun huruf-huruf dan kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya dan membentuk satu bacaan. Adapun menurut al-Maraghi ayat tersebut secara harfiah ayat ini dapat diartikan dengan jadilah engkau seorang yang dapat membaca berkat kekuasaan dan kehendak Allah SWt yang menciptakanmu, walaupun sebelumnya engkau tidak dapat melakukannya. Selain itu ayat tersebut mengandung perintah agar manusia memiliki keimanan, yaitu berupa keyakinan terhadap kekuasaan dan kehendak Allah, juga mengandung pesan ontologis tentang sumber ilmu pengetahuan. Yakni pada saat tersebut Allah SWT menyuruh Nabi Muhammad  Saw untuk membaca. Yaiktu ada berupa ayat-ayat Allah yang tertulis sebagaimana dengan surah al’alaq itu sendiri, da nada pula ayat-ayat yang tidak tertulis seperti yang terdapat pada alam jagat raya dengan segala hukum kausalitas yang ada di dalamnya, dan pada diri masnuia. Berbagai ayat tersebut jika dibaca dalam arti ditela’ah, diobservasi, diidentifikasi, dikategorisasi, dibandingkan, dianalisis dan disimpulkan dapat menghasilkan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, jelas bahwa ayat pertama ini terkait erat dengan objek, sasaran dan tujuan pendidikan.[29]

 Dalam surat al-Kahfi ayat 66 yang berbunyi:

tA$s% ¼çms9 4ÓyqãB ö@yd y7ãèÎ7¨?r& #n?tã br& Ç`yJÏk=yèè? $£JÏB |MôJÏk=ãã #Yô©â ÇÏÏÈ  

Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"

     

     Dalam konstek itu, Nabi Musa as. Tidak menyatakan “apa yang engkau ketahui wahai hamba Allah” karena beliau sepenuhnya beliau sadar bahwa ilmu pastilah bersumber dari satu sumber, yakni dari Allah yang Maha mengetahui. Memang, Nabi Musa as. Dalam ucapannya itu, tidak menyebut nama Allah sebagai sumber pengajaran karena hal tersebut telah merupkan aksioma bagi manusia beriman. Di sisi lain, kita menemukan hamba yang shaleh itu juga penuh dengan tatakrama. Beliau tidak langsung menolak permintaan Nabi Musa as. Tetapi menyampaikan penilaiannya bahwa nabi agung itu tidak akan bersabar mengikutinya sambil menyempaikan alasan yang sungguh logis dan tidak menyinggung perasaan tentang ketidaksabaran tersebut. Dari alur kisah ini dengan jelas menunjukan bahwa interaksi yang terjadi antara guru dan murid harus berlangsung dalam suasana saling menghargai dan menghormati. Sikap ini seperti yang ditunjukan oleh Nabi Musa as.kepada Nabi Khidir as. Sikap Nabi Musa as. Ini merupakan cerminan kesopanan yang harus dilakukan oleh seorang pesera didik kepada gurunya. Sebaliknya, sikap nabi khidir as. Merupakan cerminan dari kesabaran dan sikap lapang daa dalam memberikan bimbingan atau pengajaran kepada muridna. Jadi, seorang pendidik harus memiliki kompetensi akhlaq dan kepribadian yang luhur dalam proses pembelajaran, antara lain, bersikap sabar dalam menghadapi prilaku peserta didik. Jika sikap seperti ini dapat diterapkan dalam proses Pembelajaran, suasana yang kondusif akan tercipta hingga memperoleh hasil belajar yang berkualitas baik

Adapun sikap yang harus dimiliki oleh seorang pendidik sebagai beriut:

a.  Mengajarkan dan mempraktikan etika Islam

b. Menghiasi wajahnya dengan senyum

c.  Menggunakan kata-kata yang baik dan bijak

d.                Memperingatkan anak didiknya ketika melakukan kesalahan

e.  Menjawab pertanyaan anak didiknya

f.  Menjaga kebersihan diri dan pakaiannya.

 

            Berdasarkan pemaparan tersebut, seorang pendidik harus menyadari betul keagungan pofesinya. Ia harus menghiasi dirinya dengan akhlaq yang nulia dan menjauhi semua akhlaq yang tercela. Ia tidak boleh kikir dalam menyampaikan pengetahuan dan menganggap remeh semua masalah yang merintangi sehingga mencapai target dan misinya dalam melakukan system pendidikan. Sikap ini akan mampu mendorong seorang pendidik untuk melakukan hal-hal besar dalam menajalani profesinya demi mendapatkan hasil yang maksimalbaik anak didiknya.[30]



[1] Shilphy Afiattresna Octavia, Sikap dan Kinerja Guru Profesional, Yogyakarta: Deepublish, 2019, hal. 3-4

[2] Mohammad Ahyan Yusuf Sya’ban, Profesi Keguruan: Menjadi guru yang Religius dan Bermartabat, Gresik: Caremedia Communication, 2018, hal. 11-13

[3]WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991, hal. 250.

[4] Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos wacana Ilmu, 1997, hal. 61. Dan Muhaimin, wacana pengembangan pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004 hal. 209

[5]Karim al-Bastani, dkk, al-munjidi fi lugoh wa a’lam, Bairut: Darul Masyriq, 1975. Hal. 127

[6] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979, hal  21

[7] Shihab, al-Mishbah Vol. 1, hal. 32-33

[8] Abudin Nata, Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta: Prenadamedia Group, 2019, hal. 9-10

[9] Khusnul Wardan,  Guru Sebagai Profesi, Yogyakarta: Deepublish, 2019,  Hal. 33.

[10] Mohammad al farabi, Pendidikan Orang Dewasa Dalam Al-Qur’an, Jakarta: Kencana, 2018, hal. 19

[11] Abudin Nata, Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta: Prenadamedia Group, 2019, hal. 19-21

[12] Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, T.k, t.p, t.th, hal. 121-122

[13] Arham Junaidi Firman, Studi al-Qur’an teori dan aplikasinya dalam penafsiran ayat pendidikan, Yogyakarta, Diandra Kreatif, 2018, hal. 311-312

[14] Arham Junaidi Firman, Studi al-Qur’an teori dan aplikasinya dalam penafsiran ayat pendidikan, Yogyakarta, Diandra Kreatif, 2018, hal. 253-254

[15] Rudi Ahmad Suryadi,  Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: Deepublish, 2018, h. 3

[16] Arham Junaidi Firman, Studi al-Qur’an teori dan aplikasinya dalam penafsiran ayat pendidikan, Yogyakarta, Diandra Kreatif, 2018, hal. 315-316

[17] Arham Junaidi Firman, Studi al-Qur’an teori dan aplikasinya dalam penafsiran ayat pendidikan, Yogyakarta: Diandra Kreatif, 2018, hal. 313-314

 

[18] Ahmad Izzan & Saehudin, Tafsir Pendidikan, Konsep Pendidikan berbasis al-Qur’an, Bandung: Perpustakaan Nasional katalog dalam terbitan, T.th, hal. 183-185

[19] Faisol, Pendidikan islam perspektif, T.tk, Guepedia, T.th, hal. 72-74

[20] Muhammad Nafi, Pendidik dalam konsepsi Imam al-ghozali, Yogyakarta: Deepublish, 2017, hal 29-30

[21] Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan, Pendidik Ideal Bangunan Character Building, Jakarta: Kencana, 2018. Hal. 12

 

[22] Abu Bakr Ahmad Sayyid, Kepada Para Pendidik Muslim, (T.K): Gema Insani, 1991, hal. 20-21

[23] Muhammad Jameel Zeeno, Resep Menjadi Pendidik Sukses Berdasarkan Petunjuk Al-Qur’an & Teladan Nabi Muhammad, Jakarta Selatan: Hikmah, (T.T), hal. 3

[24] Gerda Wulandari dan Gianto Widiyanto, Perawat Sebagai Pendidik:Prinsip-Prinsip Pengajaran Dan Pembelajaran, Jakarta: Buku kedokteran EGC, 2002, hal. 8

[25] Abudin Nata, Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an, Jakarta: Prenadamedia group, 2016, hal. 1-4

[26] Mohammad Al farabi, Pendidikan Orang Dewasa Dalam Al-Qur’an,  Jakarta: Kencana, 2018, hal. 3-5

[27] Alivermana Wiguna, Isu-Isu Kontemporer pendidikan Islam, Yogyakarta: Deepublish, 2014,  hal. 37-40

[28] Muhammad Fathurrohman, Prinsip Dan Tahapan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Garudhawaca, 2017, hal. 23-32

[29] Listiawati, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, Depok: Kencana, 2017, hal. 63-65

[30] Ahmad Izzan & Saehudin, Tafsir Pendidikan Berbasis al-Qur’an, Bandung: Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan, T.th, hal.187-188

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas Pendidik dalam al-Qur’an

Adab Pendidik dalam Islam