Tugas Pendidik dalam al-Qur’an
Berdasarkan tinjauan etimologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata-kata
pendidik berasal dari kata dasar didik yang artinya memelihara, merawat dan
memberi latihan agar seseorang memiliki ilmu pengetahuan seperti yang
diharapkan sopan santun, akal budi, akhlaq dan sebagainya. Kemudian ditambah
awalan pe menjadi pendidik artinya orang yang mendidik. Dalam bahasa inggris
pendidik disebut dengan educator.
Sementara dalam bahasa Arab disebut dengan mu’allim,
murabbi, mu’addib, mursyid dan lain-lain. Didalam al-Qur’an dan As-sunnah
terdapat sejumlah istilah yang mengacu kepada pengertian pendidik. Istilah
tersebut antara lain al-murrabi, al-muallim, al-muzakki, al-ulama,
al-rasikhuna fi al-ilm, ahl al-adzikr, al-muaddib, al-mursyid, al-ustadz, ulul
al-baab, ulu al-nuhaa, al-faqih dan al-muwa’idz. Istilah al-murabbi antara
lain Fenomena
yang terjadi di kalangan masyarakat yang memandang bahwa tugas guru hanya
seorang pengajar (pentransfer ilmu) di lingkungan pendidikan perlu untuk
dirubah. Karena sejatinya seorang guru bukan hanya sebagai pengajar untuk
mencerdaskan pola pemikiran anak didik yang dari tidak menjadi tahu. Akan
tetapi penting untuk dijelaskan tugas seorang guru yang sebenarnya dari aspek
Al-Qur’an dan hadits. Dalam Qs. Al-Isra/1: 24
ôÙÏÿ÷z$#ur $yJßgs9 yy$uZy_ ÉeA%!$# z`ÏB ÏpyJôm§9$# @è%ur Éb>§ $yJßg÷Hxqö$# $yJx. ÎT$u/u #ZÉó|¹ ÇËÍÈ ô
dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah
mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil".(QS. Al-Isra’ [17]: 24).
Pada ayat tersebut kata murabbi atau rabayaani diartikan sebagai pendidik dalam arti menumbuhkan,
mengarahkan, membesarkan, menuntun dan melatih. Istilah ini digunakan untuk
guru yang bertugas pada lembaga pendidikan yang berbasis ideology keagamaan,
khususnya pada sekolah Islam Terpadu. Kosakata murabbi ini berasal dari kata rabba
yarubbu. Selain itu, terdapat pola rabiya yarba, dalam arti menumbuhkan,
dan rabba yarbu dalam membesarkan. Jadi inti tugas dari Pendidik adalah
Menumbuhkan, mengarahkan, membesarkan, menuntun dan melatih.
Kata pendidik juga diartikan
sebagai mu’allim yakni orang yang memberi informasi tentang kebenaran
dan ilmu pengetahuan kepada orang lain (transfer of knowledge). Tugas
ini dapat digantikan oleh teknologi informasi seperti komputer, seperti yang
saat ini terjadi. Melalui google seseorang dapat bertanya tentang segala macam
masalah, dan pertanyaan tersebut segera dijawab dalam waktu singkat, walaupun
sifat keilmiahannya bervariasi; ada yang ilmiah, setengah ilmiah dan hanya
informasi biasa saja bahkan ada yang pelu klarifikasi. Yang dijumpai pada ayat.(QS. Al-Baqarah/2: 151.
!$yJx. $uZù=yör& öNà6Ïù Zwqßu öNà6ZÏiB (#qè=÷Gt öNä3øn=tæ $oYÏG»t#uä öNà6Ïj.tãur ãNà6ßJÏk=yèãur |=»tGÅ3ø9$# spyJò6Ïtø:$#ur Nä3ßJÏk=yèãur $¨B öNs9 (#qçRqä3s? tbqßJn=÷ès? ÇÊÎÊÈ
Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat
Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan
ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al
kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui
Istilah al-muzakki
diartikan sebagai orang yang mengupayakan memberikan nasihat, bimbingan dan
latihan agar diri seseorang tidak melakukan perbuatan buruk, seperti berkata
dusta, iri, dengki, dendam, buruk sangka, khianat, memakan makanan yang haram
dan subhat, memaki-maki orang lain, menuduh tanpa bukti, memukul, mengambil
harta orang lain dan sebagainya. Perbuatan ini dijauhi dan digantikan dengan
perbuatan yang baik, seperti senantiasa mengerjakan shalat lima waktu dan
shalat-shalat sunnah, puasa wajib dan puasa sunnah, membaca al-Qur’an,
berdzikir, berdo’a, bersedekah, menolong orang, membayar zakat, beribadah haji
serta mengamalkan ajaran spiritual (tasawwuf) yang ditandai dengan al-taubah
(meminta ampun dan kembali ke jalan Allah), al-zuhud (tidak terpedaya oleh
kemewahan duniawi), qana’ah (merasa cukup dengan pemberian Allah), sabar
(menahan dan mengendalikan diri), ikhlas (hanya mengharapkan ridha Allah),
tawakal (berserah diri kepaa kepada Allah), rida (menerima keputusan Allah),
Syukur (berterima kasih atas karunia Allah), tawadhu (rendah hati) riyadhah
(melatih diri dalam ibadah) muraqabah (mendekatkan diri kepada Allah), mujahadah
(berusaha sungguh-sungguh untuk dengan Allah), dan akhirnya ma’rifat, yakni
terbukanya tabir (kasyful hijab) antara manusia dengan tuhan, dan pada
tahap itulah ia memperoleh pengetahuan dari tuhan. Guru sebagai muzakki dinyatakan dalam ayat
Al-Baqarah/2: 129)
$uZ/u ô]yèö/$#ur öNÎgÏù Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Gt öNÍkön=tæ y7ÏG»t#uä ÞOßgßJÏk=yèãur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur öNÍkÏj.tãur 4
y7¨RÎ) |MRr& âÍyèø9$# ÞOÅ3ysø9$# ÇÊËÒÈ
Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang
Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat
Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah
(As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa
lagi Maha Bijaksana..
Selanjutnya, di dalam al-Qur’an
juga terdapat kosakata “ulama” yang artinya bukan hanya sebagai orang
yang ahli dan mendalam ilmu agamanya, baik budi pekertinya, taat dalam
menjalankan ibadah, dan menjadi panutan dan pengayom masyarakat, melainkan juga
sebagai peneliti dan penemu ilmu pengetahuan
dalam berbagai bidang dan cabang ilmu pengetahuan. Hal ini dinyatakan
dalam surat Al-Baqarah/ 2: 27-28
tûïÏ%©!$# tbqàÒà)Zt yôgtã «!$# .`ÏB Ï÷èt/ ¾ÏmÉ)»sWÏB tbqãèsÜø)tur !$tB ttBr& ª!$# ÿ¾ÏmÎ/ br& @|¹qã crßÅ¡øÿãur Îû ÇÚöF{$# 4
Í´¯»s9'ré& ãNèd crçÅ£»yø9$# ÇËÐÈ y#øx. crãàÿõ3s? «!$$Î/ öNçGYà2ur $Y?ºuqøBr& öNà6»uômr'sù (
§NèO öNä3çGÏJã §NèO öNä3Íøtä §NèO Ïmøs9Î) cqãèy_öè? ÇËÑÈ
(yaitu) orang-orang yang melanggar
perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang
diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat
kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi. Mengapa kamu kafir
kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian
kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan (Qs.
Selanjutnya terdapat pula kosakata al-muaddib dengan merujuk pada al-hadits
Rasulullah Saw. Secara harfiah al-muaddib mengandung arti orang yang beradab,
yakni orang yang memilki ilmu pengetahuan, teknologi, kemampuan intelektual dan
pengalamanilmiah lainnya yang diabadikan bagi kepentingan umat manusia.selain
itu, al-muaddib juga mengandung arti orang yang berbudi pekerti luhur,
berkepribadian utama, menjadi model dan contoh bagi masyarakat. Di dalam
sejarah, al-muaddib digunakan sebagai nama guru yang bertugas diistana raja
untuk mendidik para pangeran atau calo raja. Mereka mengajar para pangeran
tentang bahasa (sastra), sejarah, ilmu-ilmu social, ilmu-ilmu alam,
keterampilan berpidato, keterampilan menunggang kuda dan sebagainya. Tentang
muaddib ini dijumpai dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya “Tuhanku
telah mendidikku, maka perbaikilah pendidikanku.”(HR. Muslim).[1]Menurut
pengertian tersebut pendidik tidak hanya guru di sekolah, akan tetapi setiap
orang yang memberikan ilmunya dapat disebut dengan pendidik. Karena itu guru
banyak jenisnya termasuk orang tua di rumah tangga, ustadz yang menyampaikan
ceramahnya di masjid dan tokoh masyarakat yang memberikan bimbingan dan ilmu
kepada warga masyarakatnya. Dalam perspektif pendidikan Islam, disamping yang
disebut diatas Allah SWT dan para rasulNya juga disebut sebagai pendidik.[2]
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
membimbing, mengarahkan, melatih dan menilai dan megevaluasi peserta didk pada
pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan
pendidikan menengah. Sebagai tenaga profesional guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi
tersebut meliputi kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial dan kompetensi profesional, kompetensi pedagogik meliputi 18 butir
kemampuan, yaitu pemahaman wawasan atau landasan pendidikan, pemahaman terhadap
peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Sedangkan kompetensi kepribadian
meliputi 13 butir kompetensi, yaitu beriman dan takwa,
berakhlaq mulia, arif dan bijaksana, demokratis, mantap, berwibawa, stabil,
stabil. Dewaasa, jujur, sportif, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
Mengembangkan diri seara mandiri dan berkelanjutan Selanjutnya kompetensi sosial meliputi 13 kemampuan, yaitu
berkomunikasi secara lisan,tulisan dan / atau isyarat secara santun,
menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, bergaul
secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga kependidikan,
pimpinan satuan pendidik, orang tua atau wali peserta didik, bergaul secara
santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta system nilai
yang berlaku dan menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat keersamaa.
Sedangkan kompetensi profesional meliput penguasaan materi pelajaran secara
luas dan mendalam, konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi atau seni
yang relevan.[3]
Kedudukan pendidik dalam Islam
sangat mulia dan terhormat sehingga pendidik memiliki tugas yang mulia pula.
Ketika Allah menjadi “ Maha Guru” bagi seluruh manusia yang mengajar melalui
wahyu (qauliyyah dan kauniyyah) dia menyampaikan pesan (materi) berupa
perintah dan larangan untuk dilaksanakan oleh manusia. Para nabi dan rasul
sebagai “mahasiswa” mesti menyampaikan pesan-pesan tersebut kepada umatnya.
Nabi
Muhammad Saw. Sendiri pernah menyebut dirinya sebagai guru
dalam hadits berikut.
اِنَّ
اللهَ لَمْ يَبْعَثْنِيْ مُعَنِّتًا وَلاَمُتَعَنِّتًا وَلَكِنْ بَعَثَنِيْ
مُعَلِّمًا مُيَسِّرَا. رواه البخاري.
“ Sungguh Allah tidak mengutusku
untuk menekan dan tidak (pula menyusahkan, melainkan Dia mengutusku sebagai
pendidik(muallim) yang memberikan kemudahan (HR. Bukhari).
Pesan-pesan yang diajarkan oleh
Nabi SAW. Kepada umatnya harus diajarkan (diwariskan) kepada generasi
selanjutnya. Tampak bahwa pendidikan merupakan bagian dari misi profetik Nabi
Saw. Al-Qur’an dalam banyak ayatnya menjelaskan tugas Nabi dan rasul yang juga
merupan tugas pendidik pada umumnya. Tugas ini dapat dikatakan sebagai tugas
estapet pendidik dalam rangka mempertahankan eksistensi manusia di bumi. Diantara
ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tugas pendidik tersebut Qs. Al-Baqarah/2: 129
dan 151. Ali Imran/3: 164 dan 104, serta Al-Jumu’ah/62: 2. Misalnya firman
Allah dalam Qs al-baqarah/2: 151 dan Ali Imran/3: 104.
!$yJx. $uZù=yör& öNà6Ïù Zwqßu öNà6ZÏiB (#qè=÷Gt öNä3øn=tæ $oYÏG»t#uä öNà6Ïj.tãur ãNà6ßJÏk=yèãur |=»tGÅ3ø9$# spyJò6Ïtø:$#ur Nä3ßJÏk=yèãur $¨B öNs9 (#qçRqä3s? tbqßJn=÷ès? ÇÊÎÊÈ
Sebagaimana
(kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu
Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan
kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada
kamu apa yang belum kamu ketahui.
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôt n<Î) Îösø:$# tbrããBù'tur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztur Ç`tã Ìs3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd cqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ
dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah
orang-orang yang beruntung.
Firman
Allah dalam surat Qs. Al-Baqarah/2: 151, berkaitan dengan penganugerahan Allah
berupa nikmat kepada Nabi Ibrahim as. Yang berdo’a bersama anaknya, Ismail as
ketika membangunkan Ka’bah. Do’a beliau tersebut dijelaskan dalam Qs.
Al-Baqarah/2: 129 yang isinya mencakup: (1) seorang rasul dari kalangan mereka
yang (2) membaakan ayat-ayat Allah, (3) mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah dan
(4) menyuikan mereka.
Permintaan
Nabi Ibrahim as. Tersebut dikabulkan oleh Allah, sebagaimana isi Qs.
Al-Baqarah/2: 151, bahkan dilebihkan, sehingga menjadi lima macam anugerah,
yaitu: (1) rasul dari kalangan mereka yang (2) membacakan ayat-ayat Allah (3)
menyucikan mereka (4) mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah dan (5) mengajarkan
sesuatu yang belum diketahui. Anugerah yang disebutkan terakhir tidak
dimintakan oleh Nabi Ibrahim as. Tetapi Allah berikan kepadanya bonus. Memang
Al-Qur’an sejak dini telah menunjukan melalui wahyu pertama, Iqra’ (membaca
reflektif) bahwa pengetahuan yang diperoleh manusia dapat diraih dengan dua
cara: husuli melalui belajar dan kegiatan pembelajaran dan ladunni yang
merupakan anugerah langsung dari Allah berupa ilham dan intuisi.
Hal yang menarik yang dapat dilihat
dari permintaan (do’a) Nabi Ibrahim as dan respons Allah atas do’a tersebut,
bahwa Allah mendahulukan apa yang dimohon terakhir, menyucikan mereka, dan
mengakhirkan apa yang diminta terlebih dahulu, mengajarkan al-Kitab dan
al-Hikmah. Ini menunjukan bahwa membaca ayat-ayat Allah (tilawah)
walaupun sebelum memperoleh rahasianya telah dapat mengantarkan kepada kesucian
jiwa.
Kata kuni dari ayat-ayat
tersebut dan ayat serupa, mencakup kata: arsalna fikum (Kami telah
mengutusmu), wab’ats fihim (utuslah ditengah mereka), Idz ba’atsa (ketika
Allah mengutus di tengah-tengah mereka) dan ba’atsa fi al-Ummiyin (Allah
mengutus kepada yang buta huruf) yang menunjukan bahwa tugas kerasulan dan
kenabian itu diestafetkan kepada generasi berikutnya, termasuk kepada para
pendidik.[4] Tugas seorang guru yang pertama dan
terpenting adalah pengajar (murabbiy, mu’allim). ditegaskan dalam Surat Ar-Rahman/55: 1-4
ß`»oH÷q§9$# ÇÊÈ zN¯=tæ tb#uäöà)ø9$# ÇËÈ Yn=y{ z`»|¡SM}$# ÇÌÈ çmyJ¯=tã tb$ut6ø9$# ÇÍÈ
(tuhan) yang Maha pemurah, yang telah mengajarkan Al Quran. Dia
menciptakan manusia. mengajarnya pandai berbicara.
Kata al-bayan berasal dari bana yabinu bayanan
yang berarti nyata, terang dan jelas. Dengan al-bayan dapat terungkap
apa yang belum jelas. Pengajaran al-bayan oleh Allah tidak hanya
terbatas pada ucapan, tetapi mencakup segala bentuk ekspresi, termasuk seni dan
raut muka. Menurut al-biqa’I, kata al-bayan adalah potensi berpikir,
yakni mengetahui persoalan kulli dan juz’I, menilai
yang tampak dan yang ghaib serta menganalogikannya dengan yang tampak.
Kadang-kadang al-bayan berarti tanda-tanda, bisa juga berarti
perhitungan atau ramalan. Itu semua disertai potensi untuk menguraikan sesuatu
yang tersembunyi dalam benak serta menjelaskan dan mengajarkannya kepada pihak
lain. Sekali dengan kata-kata, kemudian dengan perbuatan, dengan ucapan,
tulisan, isyarat dan lain-lain. Menurut Al-Hasan dalam tafsir Ibnu Katsir mengatakan
bahwa kata al-bayyan berarti berbicara. Karena siyaq berada dalam
pengajaran al-Qur’an oleh Allah ta’ala, yaitu cara membacanya. Dan hal itu
berlangsung dengan cara memudahkan pengucapan artikulasi, serta memudahkan
keluarnya huruf melalui jalan-jalannya masing-masing dari tenggorokan, lidah
dan dua buah bibir sesuai dengan keragaman artikulasi dan jenis hurufnya.
Pada ayat
ini Allah yang maha pengasih dan penyayang menyatakan bahwa Dia telah
mengajarkan Al-qur’an kepada Muhammad SAW yang selanjutnya diajarkan kepada
umatnya. Dalam
ayat – ayat tersebut sudah diterangkan bahwa Allah SWT merupakan yang pertama
mengajarkan manusia tentang segala sesuatu yang belum diketahuinya.Sehingga
dapat di katakan bahwa manusia hanyalah wakil Allah SWT dalam menyampaikan
ilmu-ilmu Nya dibumi mengingat tugas manusia adalah sebagai khalifah di
muka bumi. Sehingga penulis dapat memahami bahwa
guru merupakan seseorang yang diutus oleh Allah SWT untuk mendelegasikan tugas mengajarkan
ilmu-ilmu pengetahuan yang diberikan oleh Allah SWT.
Tugas
guru yang kedua adalah sebagai pembimbing atau penyuluh. Hal ini digambarkan
dalam firman Allah surat An-nahl/16: 43
!$tBur $uZù=yör& ÆÏB y7Î=ö6s% wÎ) Zw%y`Í ûÓÇrqR öNÍkös9Î) 4 (#þqè=t«ó¡sù @÷dr& Ìø.Ïe%!$# bÎ) óOçGYä. w tbqçHs>÷ès? ÇÍÌÈ
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang
lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan.
Maksudnya, bertanyalah kamu kepada ahli kitab yang terdahulu,
apakah rasul yang diutus kepada mereka itu manusia ataukah malaikat? Jika
rasul-rasul yang diutus kepada mereka adalah malaikat, maka kalian boleh
mengingkarinya. Jika ternyata para rasul itu adalah manusia, maka janganlah
kalian mengingkari bila Nabi Muhammad Saw. adalah seorang rasul. Ad-Dahhak
mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa setelah Allah mengutus Nabi Muhammad menjadi
seorang rasul, orang-orang Arab mengingkarinya, atau sebagian dari mereka
ingkar akan hal ini. Mereka mengatakan bahwa Mahabesar Allah dari menjadikan
utusan-Nya seorang manusia. Ayat
ini kembali menguraikan kesesatan pandangan mereka menyangkut kerasulan Nabi
Muhammad SAW. Dalam penolakan itu, mereka selalu berkata bahwa manusia tidak
wajar menjadi utusan Allah, atau paling tidak dia harus disertai oleh malaikat.
Ayat
ini menegaskan bahwa: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kepada
umat manusia kapan dan dimanapun, kecuali orang-orang lelaki, yakni
jenis manusia pilihan, bukan malaikat yang Kami beri wahyu kepada
mereka; antara lain melalui Jibril; Maka wahai orang-orang
yang ragu atau tidak tahu bertanyalah kepada Ahli Dzikr, yakni
orang-orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.
Thaba’i salah seorang ulama’ dari aliran syi’ah berpendapat bahwa
ayat ini menginformasikan bahwa dakwah keagamaan dan risalah kenabian adalah
dakwah yang disampaikan oleh manusia biasa yang mendapat wahyu dan bertugas
mengajak manusia menuju kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Penulis dapat memahami
dari beberapa pendapat tentang ayat ini berkaitan dengan tugas seorang guru
adalah guru sebagai penyuluh yang selalu memberikan peringatan dan pembimbing
bagi semuanya demi mendakwahkan amar ma’ruf nahi munkar. dilanjutkan dengan ayat 44 yang berbunyi:
ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ Ìç/9$#ur 3 !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍkös9Î) öNßg¯=yès9ur crã©3xÿtGt ÇÍÍÈ
keterangan-keterangan
(mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.
Allah menyebutkan bahwa sesungguhnya Dia telah
mengutus mereka; bil bayyinaati (“dengan keterangan [mu jizat],”) maksudnya,
dengan bukti-bukti dan dalil-dalil; waz zuburi (“Dan Azzubur,”) maksudnya, kitab-kitab.
Ini adalah pendapat Ibnu `Abbas, Mujahid, adh-Dhahhak dan lain-lain. Adapun
kalimat az-Zubur adalah jamak dari kalimat zabur, orang Arab berkata: “Zabartul
Kitab idzaa katabtuhu (saya telah menyusun kitab, apabila saya telah
menulisnya), Kemudian Allah Ta’ala berfirman: wa anzalnaa ilaikadz dzikraa
(“Dan Kami turunkan kepadamu adz-Dzikr,”) maksudnya al-Qur’an; litubayyina lin
naasi maa nuzzila ilaiHim (“Agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang
telah diturunkan kepada mereka,”) maksudnya dari Rabb mereka, karena
pengetahuanmu dengan arti apa yang telah Allah turunkan kepadamu, karena
pemeliharaanmu terhadapnya, karena kamu mengikutinya, dan karena pengetahuan
Kami bahwa sesungguhnya kamu adalah orang yang paling mulia di antara para makhluk
dan pemimpin anak Adam. Maka dari itu engkau (ya, Muhammad!) harus merinci
untuk mereka apa yang mujmal (gobal) dan menerangkan apa yang sulit untuk
mereka. La’allaHum yatafakkaruun (“Dan supaya mereka memikirkan,”) maksudnya,
supaya mereka melihat diri mereka sendiri agar mendapat petunjuk dan beruntung
dengan keselamatan di dunia dan akhirat.
Para rasul yang kami utus sebelummu itu
semua membawa keterangan-keterangan, yakni mukjizat-mukjizat nyata
yang membuktikan kebenaran mereka sebagai Rasul, dan sebagian
membawa pula zubur, yakni kitab-kitab yang mengandung
ketetapan-ketetapan hokum dan nasihat-nasihat yang seharusnya menyentuh
hati, dan kami turunkan kepadamu ad-Dzikr, yakni
Al-Qur’an, agar engkau menerangkan kepada seluruh umat manusia apa yang
telah diturunkan kepada mereka, yakni Al-Qur’an itu, mudah-mudahan dengan
penjelasanmu mereka mengetahui dan sadar dan supaya mereka senantiasa
berpikir lalu menarik pelajaran untuk kemaslahatan hidup duniawi dan
ukhrawi mereka. Penulis memahami ayat ini mengisyaratkan dan menegaskan
lagi akan tugas seorang guru (pendidik) agar senantiasa tidak henti-hentinya
untuk mengamalkan segala ilmu yang telah didapatkannya serta mentransfer segala
pengetahuan yang ada kepada semua peserta didik khususnya, dan umumnya kepada
seluruh umat elemen masyarakat.
Tugas ketiga seorang guru adalah sebagai
penjaga. Firman Allah SWT dalam surat At-Tahrim/66: 6.
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pkön=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ© w tbqÝÁ÷èt ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB tbrâsD÷sã ÇÏÈ
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.
Mengenai
firman Allah: quu anfusakum wa aHliikum naaran (“Peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka”) Mujahid mengatakan: “Bertakwalah kepada Allah dan
berpesanlah kepada keluarga kalian untuk bertakwa kepada Allah.” Sedangkan
Qatadah mengemukakan: “Yakni, hendaklah kamu menyuruh mereka berbuat taat kepada
Allah dan mencegah mereka durhakan kepada-Nya. Dan hendaknya engkau menjalankan
perintah Allah kepada mereka dan perintahkan mereka untuk menjalankannya, serta
membantu mereka dalam menjalankannya. Jika engkau melihat mereka berbuat
maksiat kepada Allah, peringatkan dan cegahlah mereka.”Demikian itu pula yang
dikemukakan oleh adh-Dhahhak dan Muqatil bin Hayyan, dimana mereka mengatakan:
“Setiap muslim berkewajiban mengajari keluarganya, termasuk kerabat dan
budaknya, berbagai hal yang berkenaan dengan yang diwajibkan Allah kepada
mereka dan apa yang dilarang-Nya.”WaquuduHaan naasu wal hijaaratu (“Yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu.”) kata waquudun; berarti bahan bakar yang
tubuh umat manusia dilempar ke dalamnya. Wal hijaarata (“dan batu”), ada yang
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kata itu adalah patung yang dijadikan
sembahan. ‘alaiHaa malaa-ikatun ghaalidhun syidaadun (“Penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, yang keras.”) maksudnya karakter mereka sangat
kasar, dan hatinnya telah dihilangkan dari rasa kasihan terhadap orang-orang
yang kafir kepada Allah Ta’ala, syidaadun (“yang keras”) maksudnya, susunan
tubuh mereka sangat keras, tebal, dan
penampilannya menakutkan.
Laa ya’shuunallaaHa
maa amaraHum wa yaf’aluuna maa yu’maruun (“Yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.”) maksudnya, apa pun yang diperintahkan oleh Allah kepada
mereka, mereka segera melaksanakannya, tidak menangguhkan meski hanya sekejap mata,
dan mereka mampu mengerjakannya, tidak ada kelemahan apapun pada diri mereka
untuk melaksanakan perintah tersebut. Mereka itu adalah malaikat Zabaniyah.
Ayat ini memberikan tuntunan kepada kaum beriman
bahwa: hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu antara lain dengan
meneladani Nabi dan pelihara juga keluarga kamu yakni istri, anak-anak dan
seluruh yang berada dibawah tanggung jawab kamu dengan membimbing dan mendidik
mereka agar kamu semua terhindar dari batu-batu antara lain yang dijadikan
berhala-berhala. Diatasnya yakni yang menangani nerakan itu dan bertugas
menyiksa penghuni-penghuninya adalah malaikat-malaikat yang kasar-kasar hati
dan perlakuannya, yang keras-keras perlakuannya dalam melaksanakan tugas
penyiksaan, yang tidak mendurhakai Allah menyangkut apa yang Dia perintahkan
kepada mereka sehingga siksa mereka jatuhkan-kendati mereka kasar-tidak kurang
dan tidak juga terlebih dari apa yang diperintahkan Allah, yakni sesuai dengan
dosa dan kesalahan masing-masing penghuni neraka dan mereka juga senantiasa dan
dari saat ke saat mengerjakan dengan mudah apa yang diperintahkan Allah kepada
mereka.
Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke-6 ini turun, ‘umar
berkata, “ Wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana
menjaga keluarga kami? Rasulullah SAW menjawab, “ larang mereka mengerjakan apa
yang kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkan mereka melakukan apa yang
diperintahkan Allah kepadamu.
Penulis memahami dari beberapa pendapat tentang ayat diatas
menjelaskan untuk memelihara diri sendiri dan keluarga dariaapi neraka. Ayat
ini dimaksudkan bagi pendidik atau seorang guru haruslah bisa menata diri
sebagai bentuk dari contoh kepribadiannya yang baik, dan nantinya akan
ditularkan kepada keluarga dan masyarakat luas. Oleh karena itu, seorang guru
harus bisa melindungi dan mengarahkan dirinya, keluarga, serta orang lain agar
nanti bisa selamat dunia akhirat dan bebas dari siksa neraka.
Tugas guru yang keempat sebagai
penuntun dan pemberi pengarahan Hal itu,
dikisahkan oleh Allah dalam firmannya Surat Al-Kahfi/18: 66-70
tA$s% ¼çms9 4ÓyqãB ö@yd y7ãèÎ7¨?r& #n?tã br& Ç`yJÏk=yèè? $£JÏB |MôJÏk=ãã #Yô©â ÇÏÏÈ tA$s% y7¨RÎ) `s9 yìÏÜtGó¡n@ zÓÉëtB #Zö9|¹ ÇÏÐÈ y#øx.ur çÉ9óÁs? 4n?tã $tB óOs9 ñÝÏtéB ¾ÏmÎ/ #Zö9äz ÇÏÑÈ tA$s% þÎTßÉftFy bÎ) uä!$x© ª!$# #\Î/$|¹ Iwur ÓÅÂôãr& y7s9 #\øBr& ÇÏÒÈ tA$s% ÈbÎ*sù ÓÍ_tF÷èt7¨?$# xsù ÓÍ_ù=t«ó¡s? `tã >äóÓx« #Ó¨Lym y^Ï÷né& y7s9 çm÷ZÏB #[ø.Ï ÇÐÉÈ
Musa
berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan
kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan
kepadamu?" Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan
sanggup sabar bersama aku. dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang
kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" Musa
berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar,
dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun". Dia berkata:
"Jika kamu mengikutiku, Maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang
sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu".
Dalam pertemuan kedua tokoh itu musa berkata kepadanya, yakni
kepada hamba Allah yang memperoleh ilmu khusus itu, “Bolehkah aku mengikutimu
secara bersungguh-sungguh supaya engkau mengajarkan kepadaku sebagian dari apa,
yakni ilmu-ilmu yang telah di ajarkan Allah kepadamu untuk menjadi petunjuk
bagiku menuju kebenaran?”Dia menjawab,“Sesungguhnya engkau hai musa sekali-kali
tidak akan sanggup sabar bersamaku. Yakni peristiwa-peristiwa yang engkau akan
alami bersamaku, akan membuatmu tidak sabar. Dan, yakni padahal bagaimana
engkau dapat sabar atas sesuatu, yang engkau belum jangkau secara menyeluruh
hakikat beritanya?” Engkau tidak memiliki pengetahuan bathiniah yang cukup
tentang apa yang akan engkau lihat dan alami bersamaku itu. Ucapan hamba
Allah ini, memberi isyarat bahwa seorang pendidik hendaknya menuntun anaknya
menuntun anak didiknya dan memberi tahu kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi
dalam menuntut ilmu, bahkan mengarahkannya untuk tidak mempelajari sesuatu jika
sang pendidik mengetahui bahwa potensi anak didiknya tidak sesuai dengan bidang
ilmu yang akan dipelajarinya. Mendengar komentar sebagaimana terbaca pada
ayat yang lalu dia, Nabi Musa AS tertata kepada hamba yang shaleh itu ”engkau
Insya’ Allah akan mendapati aku sebagai seorang penyabar yang insya Allah mampu
menghadapi ujian dan cobaan, dan akau tidak akan menentangmu dalam sesuatu
perintah yang engkau perintahkan atau urusan apapun”. “Dia berkata, jika engkau
mengikutiku secara bersungguh-sungguh, ,maka seandainya engkau melihat hal-hal
yang tidak sejalan dengan pendapatmu atau bertentangan dengan apa yang engkau
ajarkan, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, yang
aku kerjakan atau ku ucapakan sampai bila tiba waktunya nanti aku sendiri
menerangkannya kepadamu”. Demikian hamba yang shaleh itu menetapkan syarat ke
ikut sertaaan Nabi Musa AS. Ucapan Isya’ Allah itu disamping merupakan
adab yang di ajarkan semua agama dalam menghadapi sesuatu di masa depan, ia
juga mengandung makna permohonan kiranya memperoleh bantuan Allah SWT dalam
menghadapi sesuatu. Apalagi dalam belajar, khususnya dalam mempelajari dan
mengamalkan hal-hal yang bersifat batiniah/tasawuf. Ini lebih penting lagi bagi
seseorang yang telah memiliki pengetahuan, karena boleh jadi pengetahuan,
karena boleh jadi pengetahuan yang dimilikinya tidak sejalan dengan sikap atau
apa yang di ajarkan sang guru. Kisah ini antara Nabi Musa dan Khidir bisa
menjadi pedoman dalam adab dan sopan santun seorang murid terhadap gurunya dan
semangat untuk mencari ilmu. Mengenai tugas guru ahmad tafsir ahli menjelaskan
bahwa ahli pendidikan Islam, ahli pendidikan barat bahwa tugas guru ialah
mendidik. Mendidik adalah tugas yang amat luas. Mendidik itu sebagian dilakukan
dalam bentuk mengajar, sebagian dalam bentuk memberikan dorongan, memuji,
menghukum, memberi contoh, membiasakan, dan lain-lain. Penulis memahami
beberapa ayat ini mengsiyaratkan bahwa seorang guru harus bisa menghormati
muridnya dengan berbaik hati. Selain itu, seorang guru harus bersikap bijaksana
dengan memberikan kesimpulan atas pengajaran yang diberikan kepada muridnya,
sehingga anak didiknya akan mengetahui maksud materi pengajaran dan mendapat
hikmahnya.
[1] Abudin Nata, Pengembangan
Profesi Keguruan Dalam Perspektif Islam, Depok: PT. RajaGrapindo Persada,
2019, Cet. 1, hal 12-20
[2] Samsul Nizar dan Zainal Efendi
Hasibuan, Pendidik Ideal Bangunan
Character Building, Jakarta: Kencana, 2018. Hal. 10-11
[3] Abudin Nata, Pengembangan
Profesi Keguruan dalam Perspektif Islam, Depok: PT RajaGrafindo Persada,
2019, hal. 182-183.
[4] M. Karman, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2018, hal. 128-131
Komentar
Posting Komentar